Rabu, 24 Juni 2009

mata kuliah dr. Andriyanto S.PoG

A. STANDAR PELAYANAN PROFESI OBSTETRI
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (GESTOSIS)
II. KUMPULAN GEJALA : Adanya hipertensi, edema dan proteinuria
III. BATASAN : Preeklampsi ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
IV. ETIOLOGI
Tidak diketahui dengan pasti. Zweifel (1916) : “Preeclampsia, the disease theories”.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya HDK :
1. Primigravida atau nullipara, terutama umur reproduksi ekstrem, yaitu 16 tahun dan umur
35 tahun ke atas.
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
a.kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b.penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes melitus
c.penyakit-penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis :
Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, diabetes melitus.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia.
5. Obesitas dan hidramnion.
6. Gizi yang kurang dan anemia.
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak
tak jenuh, kurang antioksidans.
V. PATOFISIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti. Proses iskemik uteroplasenter yang menyebabkan vasospasmus
arteriole/kapiler secara umum, sehingga menimbulkan kelainan patologis pada organ-organ vital
antara lain hati, ginjal, otak, paru dan jantung.
VI. BENTUK KLINIK : -
VII. DIAGNOSIS
1.Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg (dari tekanan
darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistolik >140 mmHg
(<160 mmHg). Diastolik 90 mmHg (< 110 mmHg).
2. Protein urine :
> 0.3 g/lt dalam 24 jam atau secara kualitatif (++).
3. Edema pada : - pretibia
- dinding perut
- lumbosakral
- wajah/tangan atau kenaikan berat badan :
♦ > 500 g/minggu
♦ > 2000 g/bulan
♦ > 13 kg/selama kehamilan
VIII.PENATALAKSANAAN
1. Rawat jalan :
a. Banyak istirahat (baring/tidur miring)
b. Makan cukup protein, rendah karbohidrat, rendah lemak dan garam.
c. Sedativa ringan : fenobarbital 3 x 30 – 60 mg/p.o
d. Roborantia (vitamin dan mineral) : vitamin E, vitamin C, calcium, aspilet
e. Pemeriksaan laboratorium :
* Hb, henatokrit, thrombosit
2
* Asam urat darah
* Urine lengkap
* Fungsi hati dan ginjal
f. Tidak boleh diberikan diuretikum atau anti hipertensi.
g. Periksa ulang 1 x 1 minggu.
2. Penderita baru dirawat :
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
gejala-gejala preeklampsia.
b. Kenaikan berat badan ibu > 1 kg per minggu selama 2 kali berturut-turut.
c. Timbul salah satu atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat.
3. Evaluasi :
a. Untuk ibu
• Pemeriksaan fisik yang diperlukan
􀀹 Pitting edema pagi hari bangun tidur
􀀹 BB tiap pagi bangun tidur
􀀹 Tentukan indeks gestosis tiap 12 jam pada pagi dan sore hari
􀀹 TD tiap 6 jam kecuali tidur
􀀹 Urine tiap 3 jam dan dijumlahkan dalam 24 jam (tidak usah dikateter tetap)
• Pemeriksaan laboratorium = rawat jalan
• Konsultasi dengan bagian lain : bag mata, jantung, syaraf.
b. Untuk plasenta secara teoritis diperlukan pemeriksaan hormon plasenta laktogen dan
estriol.
c. Untuk janin
􀀹 Fetal well being : USG, FHM, amnioskopi
􀀹 Fetal maturity : USG, amniosentesis
d. Persalinan
1. Penderita preeklampsia ingan yang mencapai normotensif selama perawatan,
persalinannya ditunggu sampai 40 minggu. Lewat TP dilakukan induksi partus.
2. Penderita preeklampsia ringan yang tekanan darahnya turun selama perawatan
tetapi belum mencapai normotensif, terminasi kehamilan dilakukan pada
kehamilan 37 minggu.
3. Cara persalinan :
a. Spontan
b. Bila perlu memperpendek kala II ( vakum/forsep)
IX. KOMPLIKASI : Komplikasi tidak selalu ada.
X. TINDAK LANJUT : Konservatif
1. Sebelum lahir : kontrol di poliklinik lebih sering
2. Sesudah lahir : kontrol di poli laktasi 1 minggu postpartum
XI. PROGNOSIS : dubia ad bonam
PREEKLAMPSIA BERAT
II. KUMPULAN GEJALA : Adanya hipertensi, edema dan proteinuria
III. BATASAN
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi > 160/110 mmHg disertai
dengan protein urine dan edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
IV. ETIOLOGI : Sama dengan preeklampsia ringan.
3
V. PATOFISIOLOGI : Sama dengan preeklampsia ringan.
VI. BENTUK KLINIS : -
VII.DIAGNOSIS
Preeklampsia berat bila terdapat satu atau lebih gejala/tanda dibawah ini :
1. Tekanan darah sistole > 160 mmHg diastole > 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau kualitatif 4 + (++++)
3. Oliguria jumlah produksi urine 500 ml/24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4. Gangguan visus dan cerebral.
5. Nyeri epigastrium.
6. Edema paru dan sianosis.
7. Pertumbuhan janin intra uterine terhambat.
8. Adanya sindroma HELLP (H: hemolysis, EL: elevated lever enzyme, LP: low platelet count).
Impending eklampsia
Bila preeklampsia dengan gejala ini :
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
Penatalaksanaan Impending eklampsia seperti eklampsia
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan aktif
a. Indikasi : bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini :
1. Ibu
a. Kehamilan > 37 minggu
b. Adanya tanda impending eklampsia
c. Perawatan konservatif gagal :
- 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD
- 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tak berubah
2. Janin
a. Adanya tanda-tanda gawat janin
b. Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
3. Laboratorik : adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan medisinal
1. Segera MRS
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Infus D5 : RL = 2 : 1 (60-125 ml/jam)
4. Antasida
5. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Obat-obat anti kejang : Sulfas Magnesikus = SM = Mg SO4
a. Dosis awal 8 g SM (20 ml 40%) I.M : 4 g bokong kanan 4 g bokong kiri
b. Dosis ulangan
Tiap 6 jam diulangi 4 g SM (10 ml 40%) I.M
c. Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus
i. Tersedia kalsium glukonas 1 g = 10 ml 10% I.V pelan 3 menit
ii. Reflek patela (+) kuat
iii. Pernafasan > 16 x/mn tanpa tanda-tanda distress pernafasan
iv. Produksi urine >100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/KgBB/jam)
d. Dihentikan bila :
i. Adanya tanda-tanda intoksikasi
ii. Setelah 24 jam paskapersalinan
iii. 6 jam paskapersalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3 X 30 – 60 mg
4
c. Mencegah komplikasi
1. Diuretika diberikan atas indikasi :
a.Edema paru
b. Payah jantung kongestif
c. Edema anasarka
d. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah diatasi ) yang dipakai adalah derivat
furosemid (Lasix 40 mg I.M)
2. Anti hipertensi diberikan atas indikasi :
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg diastolik > 110 mmHg
Preparat :
a. Clonidine (Catapres) 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl fis/aquades masukkan
5 ml I.V pelan 􀃆 5 menit, 5 menit kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5 ml
pelan I.V 5 menit). Pemberian obat dapat diulang tiap 4 jam sampai TD normotensif.
b. Nifedipin : 4 X 10 mg (p.o) sampai diastolik 90 – 100mmHg
c. Hidralazin (Apresolin) 1 amp = 20 mg, 1 amp diencerkan 􀃆 I.V pelan melalui karet
infus dapat diulangi setelah 20 – 30 menit.
3. Kardiotonika a.i Tanda-tanda menjurus payah jantung.
Diberikan Cedilanid 􀃆 digitalisasi cepat sebaiknya kerja sama dengan penyakit jantung.
4. Lain-lain
• Antipiretika a.i suhu rektal > 38,5 C 􀃆 Xylomidon 2 ml dan atau kompres
dingin/alkohol.
• Antibiotika kalau ada indikasi
• Analgetika a.i kesakitan/gelisah 􀃆 50-75 mg Pethidin < 2 jam sebelum janin lahir
d. Pengobatan obstetrik
Cara pengakhiran kehamilan/persalinan
1. Belum inpartu :
a. Induksi persalinan :
i. amniotomi
ii. drip oksitosin dengan syarat skor Bishop 5
b. SC bila :
i. syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
ii. 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif
iii. Pada primipara cenderung SS
2. Inpartu :
a. Kala I : - Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten 􀃆 SS
- Fase aktif : - amniotomi
- tetes pitosin
6 jam pembukaan tidak lengkap 􀃆 SS
b. Kala II : Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang dipenuhi.
* Tindakan obstetri selalu berkonsultasi dengan konsulen.
2. Perawatan konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
Bila terdapat keadaan :
1) Kehamilan < 37 minggu
2) Keadaan janin baik
3) Tak ada impending eklampsia
b. Pengobatan medisinal
1) Awal diberikan 8 g SM 40% I.M bokong kanan – bokong kiri dilanjutkan dengan 4 g
I.M setiap 6 jam.
2) Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
3) Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan sbb:
- Diberikan tablet luminal 3 x 30 – 60 mg/p.o
- Anti Hipertensi oral bila TD masih > 160 / 110 mmHg
d. Pengobatan obstetric
1. Observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif, hanya tidak dilakukan
pengakhiran kehamilan.
2. SM dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan
5
selambat- lambatnya 24 jam.
e. Lebih dari 24 jam tak ada perbaikan maka perawatan konservatif dianggap gagal dan dilakukan
terminasi.
f. Penderita boleh pulang bila :
1) Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda preeklampsia ringan,
perawatan dilanjutakan s/d 3 hari lagi.
2) Bila selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda preeklampsia ringan ) maka
penderita bisa dipulangkan.
IX. KOMPLIKASI
1. Ibu
a. CVD b. Gagal jantung / edema paru
c. Gagal ginjal d. Solusio plasenta
e. Ablasio retina f. DIC
g. HELLP syndrome h. Psikose post partum
2. Anak
a. IUGR
b. Gawat janin
c. Janin mati
X. TINDAK LANJUT
1. Perawatan di rumah sakit
2. Setelah melahirkan kontrol di poliklinik laktasi
XI. PROGNOSIS
1. Dubia
2. Tergantung indeks gestosis, makin tinggi indeks gestosis makin jelek prognosisnya.
INDEKS GESTOSIS
0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pre tibial Umum -
Proteinuria (% Esbach) <> 5 +
Tekanan darah sistolik <> 180
Tekanan darah diastolik <> 110
Indeks gestosis
EKLAMPSIA
II. KUMPULAN GEJALA : Adanya hipertensi, edema dan proteinuria
III. BATASAN
Eklampsia ialah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala
preeklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik).
IV. ETIOLOGI : -
V. PATOFISIOLOGI
Sama dengan preeklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak
dan paru serta jantung yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada organ tersebut.
VI. BENTUK KLINIS : -
6
VII.DIAGNOSIS
1. Kehamilan lebih dari 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda preeklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria).
3. Kejang-kejang dan atau koma.
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
VIII.PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan
1. Menghentikan dan mencegah kejang-kejang.
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin.
3. Mencegah komplikasi.
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
1. Obat-obatan untuk anti kejang
a. Mg SO4
1) Dosis awal : 4 g 20% I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 8 g 40 % I.M
terbagi pada bokong kanan dan kiri.
2) Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% I.M diteruskan sampai 24 jam paska
persalinan atau 24 jam bebas kejang.
3) Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% I.V pelan-pelan. Pemberian I.V
ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila masih timbul kejang lagi, maka diberikan
pentotal 5 mg/KgBB/I.V pelan-pelan.
4) Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum Glukonas
kalsikus 10 g%, 10 ml I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
b. Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan MgSO4 secara hatihati
terutama kalau ada kelainan jantung.
c. Perawatan kalau kejang :
1) Kamar isolasi yang cukup terang.
2) Pasang sedep lidah ke dalam mulut.
3) Kepala direndahkan dan orofaring dihisap.
4) Oksigenasi yang cukup.
5) Fiksasi badan ditempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur
d. Perawatan kalau koma : Anti kejang tidak diberikan.
1) Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
2) Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus & makanan penderita.
3) Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam
bentuk NGT.
2. Memperbaiki keadaan umum ibu
a. Infus D5%
b. Pasang CVP untuk :
1) Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian cairan low Mol. Dextran).
2) Pemberian kalori (dextrose 10%)
3) Koreksi keseimbagan asam-basa (pada keadaan asidosis maka diberikan
Na.bic/Meylon 50meq/I.V).
4) Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan lab).
3. Mencegah komplikasi
a.Obat-obat antihipertensi.
Diberikan pada penderita-penderita dengan TD 160/110 mmHg atau lebih, yaitu nifedipin,
catapres, hidralazin.
b.Diuretika
Hanya diberikan atas indikasi :
1) Edema paru-paru
2) Kelainan fungsi ginjal (apabila faktor prerenal sudah diatasi).
c. Kardiotonika
Diberikan atas indikasi :
1) Ada tanda-tanda payah jantung.
2) Edema paru-paru.
7
3) Nadi lebih dari 120 x/m.
4) Sianosis.
Diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.
d. Antibiotika diberikan ampicillin 3 x 1 g/I.V
e. Antipiretika : xylomidon 2 ml/I.M dan atau kompres alkohol.
f. Kortikosteroid
Pada penderita yang koma, bila ada pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda
CVA, maka boleh diberikan oradexon 40 mg/I.V untuk mengatasi edema otak.
4. Penanganan pada edema paru akut
• Oksigen
• Morfin
• Furosemid
Bila tekanan darah tinggi 160 / 110 mmHg :
• Hidralazin
• Nifedipin (harus hati-hati)
• Nitrogliserin
• Nitroprusid
• Digoksin bila : - gangguan pada fungsi sistolik ventrikel kiri
- mitral stenosis : > atrial fibrilasi
> supra ventrikuler takikardi
• Aminofilin
• Intubasi dan ventilasi mekanik
• Tourniquets dan flebotomi (sekarang jarang dikerjakan)
5. Terminasi kehamilan/persalinan
Stabilisasi : 4 – 8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Setelah kejang terakhir
b. Setelah pemberian anti kejang terakhir
c. Setelah pemberian anti hipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Untuk yang koma tentukan skor tanda vital
􀃆 STV > 10 boleh terminasi
􀃆 STV < 9 􀃆 tunda 6 jam 􀃆 kalau tak ada perubahan 􀃆 teminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB.
Skor Tanda Vital
1 2 3 4 Nilai
Tekanan
darah
110
200
D
S
150
>200
Berat
90
140
D
S
110
200
Sedang
50 100
D S
90 140
Ringan
-
Nadi >120 x/m 100 – 119 80 – 99 -
Suhu rektal > 40 0C 38,5-39,9
0C
< 38,4 0C -
Pernafasan > 40 x/m
atau
< 16 x/m
Tak
teratur
29 – 40x/m 16 – 26
x/m
GCS 3 – 4 5 – 7 > 8 -
Jumlah skor
8
Glasgow Coma Scale
IX.
KOMPLIKASI : Sama dengan PEB
X. TINDAK LANJUT
1. Perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan.
2. Setelah melahirkan dilakukan konsultasi dengan bagian neurologi, bagian mata dan bagian
penyakit dalam.
XI. PROGNOSIS
Ditentukan berdasarkan kriteria Eden
1. Koma yang lama (6 jam atau lebih)
2. Nadi . 120 x/menit
3. Suhu >103oF atau > 39oC
4. TD > 200 mmHg
5. Konvulsi > 10 kali
6. Proteinuria > 10 g
7. Tak ada edema, edema menghilang
8. Kegagalan sistem kardiovaskuler : - edema pulmonum
- sianosis
- rendah atau menurunnya tekanan darah
- rendahnya tekanan nadi
9. Elektrolit imbalance
10. Kegagalan dalam pengobatan :
- untuk menghentikan kejang
- untuk menghasilkan urine 30 ml / jam atau 750 ml / 24 jam
- untuk menurunkan hemodilusi dengan menurunkan nilai hematokrit (Ht) sampai dengan 10 %.
Catatan : 1 – 7 : kriteria Eden
8 – 10 : tambahan
Kalau dijumpai satu atau lebih dari gejala tersebut di atas, prognosis ibu buruk.
Catatan :
Obat anti hipertensi dan indikasi pemberiannya :
1. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
2. Tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg
3. Tekanan darah tetap ≥ 160 / 110 mmHg setelah istirahat baring (bed rest) dan diberi
sedatif selama 12 – 14 jam.
4. Tekanan darah diastolik 90 – 100 mmHg pada kehamilan trimester kedua
Pada PEB / Eklampsi tekanan darah 160 / 110 mmHg diberikan obat antihipertensi.
Pada eklampsia, MgSO4 dilanjutkan sampai 24 jam paska persalinan atau bila paska persalinan , 24
jam setelah kejang terakhir.
1 2 3 4 5 6
Eye
opening
Nil To pain To speech Sponta-neus - -
Best
verbal
respons
Nil Incomprehensible
response
Inappropriate
words
Confused
conversations
Confused
conversations
Best
motor
response
Nil Extension Abnormal
flexion
Withdraws Localized Obeys
Jumlah
skor
9
HIPERTENSI KRONIK DALAM KEHAMILAN
II. KUMPULAN GEJALA : - Hipertensi
- Kehamilan
III. BATASAN :
• Hipertensi kronik ialah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang ditemukan
pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu
paska persalinan.
• Superimposed preeklampsia /eklampsia ialah timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada
hipertensi kronik.
• “Transient Hypertension” ialah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang
tekanan darahnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau
preeklampsia/eklampsia. Gejala ini akan hilang setelah 10 hari paska persalinan.
IV. ETIOLOGI : Sesuai dengan penyakit yang menyertai.
V. PATOFISIOLOGI : Belum jelas
VI. BENTUK KLINIS : -
VII.DIAGNOSIS
Diagnosis klinik pada hipertensi kronik dalam kehamilan ditegakkan berdasarkan gejala-gejala
sebagai berikut :
1. Adanya riwayat hipertensi dalam kehamilan atau didapatkan hipertensi pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
2. Ditemukan kelainan organik : kelainan ginjal, pembesaran jantung dan lain-lain.
3. Umur ibu > 30 tahun dan biasanya multigravida.
4. Bila terjadi superimposed eklampsia maka didapatkan :
a. TD sistole > 200 mmHg
b. Adanya perubahan-perubahan pembuluh darah retina berupa :
- edema
- perdarahan
- penyempitan
5. Retensi air tidak menonjol. Jarang didapatkan edema dan proteinuria.
6. Hipertensi masih tetap ada sampai 6 bulan paska persalinan.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan urine : - sedimen
- protein
- pembiakan
2. Kimia darah : - BUN
- ureum/kreatinin
- elektrolit serum
3. EKG
4. Foto toraks
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan medisinal
• Istirahat di rumah, tirah baring miring 1 jam pagi dan 1 jam siang hari.
• Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg selama 1 minggu.
• Bila dengan perawatan di atas TD diastole tetap di atas 90 mmHg, maka dapat diberikan
obat-obat anti hipertensi :
1. Aldomet 500 – 2000 mg/hari atau Hydralazin 40 – 200 mg/hari atau
clonidine (terapi awal ½ tablet 2 – 3 kali/hari).
10
2. Bila TD belum turun dapat ditambahkan propanolol dengan dosis
permulaan 4 x 10 mg/hr dinaikkan 4 x 40 mg/hr.
• Bila terjadi superimposed preeklampsia/eklampsia, maka pengobatan medisinal disesuaikan
dengan pengobatan preeklampsia/eklampsia.
• Bila terjadi pseudo toleransi terhadap obat-obat anti hipertensi dapat diberikan HCT 50 mg
oral 2 hari sekali.
2. Pengobatan obstetrik
Pengobatan hipertensi kronik maupun superimposed, disesuaikan dengan pengobatan
obstetrik pada preeklampsia/eklampsia.
IX. KOMPLIKASI
1. Ibu
a. CVD
b. DC
c. Gagal ginjal
2. Anak
a. IUGR
b. Gawat janin
c. Janin mati
X. TINDAK LANJUT
Perawatan di rumah sakit dan konsultasi dengan bagian neurologi, mata dan penyakit dalam,
setelah melahirkan kontrol di poli laktasi dan bagian neurologi, mata dan penyakit dalam.
XI. PROGNOSIS : Dubia
11
PLASENTA PREVIA
I. BATASAN
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
II. ETIOLOGI
Sebab-sebab terjadinya plasenta previa tak diketahui, tetapi faktor-faktor predisposisi antara lain :
1. Umur dan paritas merupakan faktor predisposisi yang sangat penting karena :
a. Vaskularisasi desidua yang berkurang mungkin karena infeksi.
b. Bekas-bekas luka endometrium bertambah dengan bertambahnya umur dan paritas.
2. Besarnya plasenta
Jika plasenta demikian besarnya, maka implantasinya akan meluas sampai segmen bawah
rahim, misalnya pada eritroblastosis fetalis atau hamil kembar.
3. Plasenta tumbuh pada chorion leave zigote mengadakan implantasi di bawah dekat ostium
uteri internum.
III. DIAGNOSIS
1. Gejala klinis
2. Inspekulo di kamar bersalin, darah keluar dari OUE
3. Ultrasonografi
4. Periksa dalam di atas meja operari (PDMO), infus atau tranfusi darah telah terpasang :
a. Meraba forniks (apakah ada bantalan) pada presentasi kepala.
b. Meraba plasenta pada ostium uteri internum.
Gejala klinis
1. Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan biasanya
berulang (painless, recurrent bleeding), darahnya berwarna merah segar.
2. Bagian terbawah janin tinggi (floating) sering dijumpai kelainan letak janin.
3. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya, tetapi perdarahan berikutnya biasanya lebih banyak.
4. Janin biasanya masih baik.
IV. PENATALAKSANAAN
1. Ekspektatif
Kriteria
a. Perdarahan sedikit kadar Hb > 8 g%, keadaan umum baik
b. Usia kehamilan < 37 minggu
c. Janin hidup
d. Belum inpartu
Tindakan
a. Tirah baring mobilisasi bertahap
b. Steroid pada kehamilan < 32 minggu :
- 12 mg/24 jam I.V/I.M 􀃆 2 x
- 6 mg/12 jam I.V/I.M 􀃆 4 x
c. USG sekuensial
d. Profil biofisik
e. Amniosentesis : L/S ratio.
2. Aktif
Kriteria
a. Perdarahan banyak, KU jelek dan syok
b. Inpartu
c. Usia kehamilan > 37 minggu atau taksiran berat janin > 2500 g
d. Janin mati
Tindakan
a. Perbaiki KU : infus, atasi syok dan transfusi darah
b. Bila KU jelek setelah syok teratasi segera seksio sesar, sedangkan bila KU baik PDMO
12
PDMO
Plasenta previa Bukan plasenta previa
(plasenta letak rendah)
Total/lateral Marginal
Plasenta belakang Plasenta depan
Amniotomi dan induksi
Seksio sesar Perdarahan >>> Perdarahan (-)
Pervaginam
V. PROGNOSIS : Dubia
SOLUSIO PLASENTA
II. BATASAN
Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal lepas sebelum janin lahir pada
kehamilan trimester 3 ( > 28 minggu)
III. ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI
1. Hipertensi dalam kehamilan
2. Multiparitas, usia ibu tua
3. Tali pusat pendek
4. Uterus tiba-tiba mengecil (hidramnion,gemelli anak ke 2)
5. Tekanan pada vena cava inferior
6. Defisiensi gizi,defisiensi asam folat
7. Trauma
VI. DIAGNOSIS
Pemeriksaan
1) Tanda vital
2) Darah lengkap
3) Urin lengkap
4) Kelainan pembekuan darah
a. COT ( clot observation test)
b. Jumlah trombosit
c. Waktu perdarahan
d. Waktu pembekuan
e. Kadar fibrinogen
13
5) Fungsi ginjal
a. Jumlah Urine
b. Ureum / kreatinin
Gambaran klinis
1. Perdarahan pervaginam antepartum disertai dengan rasa nyeri perut yang terus menerus,
warna darah merah kehitaman.
2. Uterus tegang seperti papan (uterus en bois, wooden womb)
3. Anemia/syok yang tidak sesuai dengan darah yang keluar.
4. Bagian janin sukar diraba
5. Denyut jantung janin (-)
6. Setelah plasenta lahir terdapat cekungan
Macam/derajat solutio plasenta
Deraja
t SP
Perdaraha
n
Ut.
Tegan
g
Syok Janin
Bag.
Plt.Lepa
s
Kdr.
Fbr
Ringan <200>250
Sedan
g >200 ml (+) Pre
Syok
Gawat/Ma
ti ¼ - 2/3 120-
250
Berat - Tetani
k (+) Mati >2/3 <120
V. PENATALAKSANAAN
1. Ekspektatif
Kriteria:
a. Keadaan Umum baik
b. Solutio plasenta ringan
c. Usia gestasi < 37 minggu/TBJ < 2500 g
2. Aktif
Kriteria:
a. Keadaan Umum jelek
b. Usia gestasi > 37 minggu / TBJ > 2500 g
c. Solutio plasenta ringan/sedang/berat
Tindakan
1. Perbaiki keadaan umum (sebaiknya kalau berat pasang CVP):
a. Resusitasi cairan / perbaiki hipovolemik/atasi syok dan anemia:
1. Darah (kalau ada darah segar)
Mengganti darah yang hilang 1000-2000 ml ( 2-4 g fibrinogen)
Transfusi menurut Trocantins :
- TD < 50 mmHg : 20-40 ml/menit
- TD 50 – 100 mmHg : 15-20 ml/menit
- TD > 100 mmHg : 6 ml /menit
Lihat reaksi transfusi pada 50 ml pertama pada setiap botol darah. Pada
botol ke tiga , keenam dst diberi glukonas kalsikus 10 ml 10 % iv
2. Cairan
Jangan berikan plasma expander karena akan terjadi reaksi:
Fibrinogen + plasma expander ----→ fibrinogen plasmaExpander kompleks -----→ kadar
fibrinogen akan menurun. Berikan Na Cl fisiologis, Ringer, ringer laktat, dekstrose,
Aminofusin.
3. Kalau cairan / darah sudah cukup, masih juga syok:
- Berikan obat-obat yang akan membuka mikrosirkulasi:
Alfa adrenergik blocking agent :
• DBP : Dehydrobenzperidol = Droperidol 2,5 mg (1 ml) / 500 ml
14
cairan infus
• Hydergin : 0,3 – 0,6/500 ml cairan infus 􀃆 1 mg sudah cukup.
• Largaktil : 5 – 10 mg/500 ml cairan infus
• Dibenzyllin = Phenoxypenzamin : 0,1 – 0,5 mg / kg BB
4. Kortikosteroid
- Cortisone acetate : vial 100 mg/6 jam i.m
- Dexamethason/oradexon 20 mg/amp : 3 – 5 mg/kg BB IV pelan-pelan
3-5 menit ulangi tiap 2-6 jam
b. Mengatasi kelainan pembekuan darah
Periksa COT tiap jam sampai 4 jam pasca persalinan
1) Darah segar ---􀃆 lihat 1.a
2) Fibrinogen 4 g ( 6 – 10 g ) dilarutkan dalam Dekstrose 5 %
3) Trasylol 500.000 u ---􀃆 selanjutnya 200.000 u
4) Transamin 10 – 50 ml ( 1ml = 25 mg ) iv/infus
c. Kelainan ginjal
1. Darah segar / RL untuk mempertahankan :
− Hematokrit > 30 %
− Diuresis > 1 ml/menit
2. Manitol maksimal 200 g/menit ( 1 botol = 500 ml, 20 % = 200 g )
a. 12,5 g Manitol ( 57 ml ) infus 5 menit, kalau diuresis > 60 ml/jam
diteruskan sampai diuresis > 100 ml/jam
b. 20 g manitol (100 ml) infus 5 – 10 menit kalau diuresis < 60 ml/jam
pemberian dapat diulangi
3. Amniotomi + drip tetes pitosin ( RL + 5 unit pitosin ) 18 – 30 tts/me 􀃆 bila
gagal seksio sesar.
4. Kala II dipercepat
5. Perabdominam Syarat :
a. Darah cukup dan transfusi sudah jalan
b. Kalau pervaginam diperkirakan gagal
c. Kalau diperkirakan persalinan akan berlangsung > 6 jam
d. Belum inpartu / baru inpartu janin aterm dan hidup
e. Tetes pitosin 2 jam belum ada his
f. Gawat janin 􀃆 janin viable
g. Perdarahan banyak
h. KU tetap jelek walau transfusi sudah cukup
VI. KOMPLIKASI
1. Awal : Perdarahan 􀃆 a. Syok hipovolemik
b. Anemia
2. Kemudian : a. Kelainan pembekuan darah
b. Kelainan fungsi ginjal
VII. PROGNOSIS
KEHAMILAN GANDA
II. KUMPULAN GEJALA
1. Kehamilan sekarang lebih besar dari kehamilan sebelumnya dan pergerakan janin
lebih banyak
2. Keluhan subjektif bertambah, perasaan berat, sesak nafas, edema dan lain-lain.
III. BATASAN
Kehamilan ganda ialah kehamilan dengan dua janin atau lebih
15
VI. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Bangsa, umur, paritas dan hereditas mempunyai pengaruh terhadap kejadian
kehamilan kembar yang berasal dari dua telur.
2. Obat-obat induksi ovulasi dapat menyebabkan kehamilan kembar dua telur lebih.
3. Faktor lain yang belum diketahui.
Kehamilan kembar yang berasal dari satu telur (monozigotik) tidak dipengaruhi oleh hal-hal
diatas.
V. PATOFISIOLOGI
1. Kehamilan kembar satu telur (monozigotik)
Terjadi hambatan pada masa dini hasil konsepsi . Bila faktor penghambat
mengalami segmentasi ( 2 – 4 hari ) sebelum blastula terbentuk menghasilkan
kehamilan kembar dengan 2 korion, 2 amnion, 2 plasenta. Bila hambatan
terjadi sesudah blastula terbentuk (tingkat blastula) tetapi sebelum amnion terbentuk ( 4 -
7 hari ), akan terjadi kehamilan kembar dengan 1 korion dan 2 amnion primitive
streak tampak akan terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitive streak
terbentuk akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.
2. Kehamilan kembar dua telur (dizigotik atau lebih)
(Lebih kurang 2/3 dari kehamilan kembar)
Terjadi matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam
1 folikel.
VI. GAMBARAN KLINIS : tidak ada
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Perut dirasa lebih besar dari tuanya kehamilan
b. Gerakan janin dirasa lebih banyak
c. Ada riwayat hamil kembar dalam keluarga
2. Pemeriksaan Obstetrik
a. Pada pemeriksaan pertama dan ulangan didapat kesan uterus tumbuh
lebih besar dan lebih cepat dari seharusnya
i. Teraba gerakan janin lebih banyak
ii. Teraba banyak bagian kecil
iii. Teraba 3 bagian besar janin
iv. Teraba 2 balotemen
v. Pada auskultasi terdengar dua denyut jantung janin yang letaknya
berjauhan dan didapat perbedaan sedikitnya 10 denyut permenit.
3. USG
VIII. PENATALAKSANAAN
1.Masa antenatal
a. Pemeriksaan antenatal lebih sering (1 kali seminggu pada kehamilan 32 minggu ke
atas).
b. Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh dilarang.
c. Istirahat baring dianjurkan lebih banyak
d. Pemakaian korset
e. Pada kehamilan triplet/lebih dirawat pada kehamilan 32 minggu
f. Diet tinggi protein
g. Tambahan zat besi : sulfas ferosus 3 x 100 mg asam folik 1 mg / hari.
h. Pemeriksaan laboratorium diulang (lebih sering)
2.Masa persalinan
a. Persiapan
Persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi prematur
a. Disiapkan darah 500 cc
b. Dipasang infus cairan Ringer laktat 20-30 tetes/menit
b. Kala I & II
− Anak I letaknya membujur, diawasi dan ditolong seperti biasa dan dilakukan
16
episiotomi (ikuti kemajuan persalinan sesuai partograf)
− Setelah anak I lahir harus lebih waspada, dilakukan pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam untuk mengetahui letak dan presentasi anak ke II.
− Bila anak kedua lahir letaknya membujur pada waktu ada his dilakukan amniotomi
(bagian yang terendah didorong ke PAP).
− Bila dalam 15 menit belum ada his berikan injeksi oksitosin 2 unit intra muskuler
dan lakukan amniotomi setelah timbul his,dan anak dilahirkan seperti biasa.
− Diusahakan kelahiran anak kedua dalam waktu 30 menit setelah kelahiran anak
kesatu.
− Bila anak kedua didapatkan melintang, dilakukan versi luar dan kalau versi luar gagal
dilakukan versi ekstraksi.
− Kelahiran anak kedua dipercepat kalau didapatkan prolapsus tali pusat atau kalau
terjadi solusio plasenta (Plasenta mulai lepas sebelum anak kedua lahir)
− Seksio sesaria dilakukan atas indikasi :
• Anak satu letak lintang
• Terjadi prolapsus tali pusat
• Plasenta previa
• Interlocking
• Kembar 3 atau lebih (mengurangi trauma kelahiran pervaginam)
c. Kala III
1) Setelah anak kedua lahir, berikan injeksi oksitosin 10 unit secara i.m dan
di dalam infus dimasukkan sintosinon 10 unit.
2) Setelah plasenta lahir,berikan methergin 0,2 mg i.v
d. Kala IV
Diawasi lebih cermat dan lama. Tetes pitosin diteruskan sampai dengan 5 jam
post partum.
IX. KOMPLIKASI
1. Terhadap ibu
a. Anemia
b. Preeklampsia dan eklampsia
c. Partus lama ( inertia uteri )
d. Perdarahan post partum
2. Terhadap janin
a. Prematuritas
b. Kelainan letak
c. Kematian prenatal yang tinggi dan kematian anak kedua > dari anak ke satu.
X. TINDAK LANJUT
1. Sebelum lahir
Perawatan di rumah sakit pada kehamilan aterm (37 minggu)
2. Setelah lahir
Kontrol poliklinik laktasi 1 minggu kemudian
BEKAS SEKSIO SESAR
II. KUMPULAN GEJALA : Tidak ada
III. BATASAN :
Adanya riwayat pernah melahirkan dengan operasi pada kehamilan sebelumnya.
IV. ETIOLOGI : Banyak faktor
V. PATOFISIOLOGI : Sudah diketahui
17
VI. BENTUK KLINIS : Tidak ada
VII. DIAGNOSIS
Adanya jaringan parut pada abdomen ibu hamil.
VIII. PENATALAKSANAAN
Dirawat 2 minggu sebelum taksiran persalinan bila :
1. Sosio pendidikan rendah
2. Transportasi sulit
3. Tempat tinggal jauh
4. Untuk pendidikan
5. Kriteria
3. KOMPLIKASI
1. Ruptura Uteri
2. Janin mati
X. TINDAK LANJUT
Rawat di RS pada kehamilan 38 minggu
XII. PROGNOSIS
Ibu dan anak dubia ad bonam
1. Terdapat semua kriteria diatas
Inpartu
Partus percobaan
Maju Tak maju kelainan
Akselarasi / induksi
Tidak maju
Kala II
Pimpin ½ Waktu
Partus Kala II lama SS
Spontan
Tindakan (tergantung syarat)
2. Terdapat beberapa saja kriteria
Inpartu Belum Inpartu
> 37 mg < 37 mg
Seksio Sesaria Ekspektatif
18
PERSALINAN PRE TERM
II. BATASAN
Persalinan preterm adalah persalinan pada usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu
lengkap, atau antara 140 dan 259 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir
dengan berat badan janin kurang dari 2500 gram
III. ETIOLOGI
Hanya lebih kurang 40 % etiologinya diketahui, diantaranya adalah:
1. Keadaan sosial – ekonomi
Frekuensi prematuritas lebih tinggi pada golongan sosial ekonomi rendah
2. Induksi persalinan karena keadaan patologik ibu, seperti pada:
a. preklampsia dan eklampsia
b. plasenta previa dan solusio plasenta
c. diabetes mellitus
d. inkompatibilitas darah
e. penyakit ginjal
Disini induksi persalinan tujuannya untuk mencegah kematian janin intrauterine
3. Keadaan patologik pada kehamilan dan lain-lain
a. hidramnion dan kehamilan ganda (menyebabkan distensi uterus berlebihan)
b. sifilis
c. mononukleosis infeksiosa
d. peritonitis
e. hiperpireksia pada penyakit akut
f. penyakit jantung
g. mioma uteri
h. bakteriuria asimptomatik
i. ketuban pecah sebelum waktunya
VI. PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan penyebab dari prematuritas itu sendiri
V. GAMBARAN KLINIK
Kriteria diagnosis : 1. Usia gestasi 22 – 37 minggu
2. Dijumpai tanda-tanda persalinan
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
1. Darah : darah tepi, kimia darah, ABO inkompatibilitas,rhesus faktor.
2. Urine : kultur urine.
3. Pemeriksaan bakterial vaginosis.
4. Pemeriksaan surfaktans (amniosentesis).
5. Pemeriksaan gas dan pH darah janin.
VI. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Ultrasonografi: usia gestasi, besar janin, jumlah janin, aktifitas bio fisik,cacat
bawaan, letak dan maturasi plasenta, volume cairan amnion, kelainan uterus
2. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi
3. Pemeriksaan berkala dilatasi serviks
VII. PEMBAGIAN SECARA KLINIS : Tidak ada
VIII. PENGOBATAN
1. Kehamilan
Persalinan sedapat mungkin dicegah
a. Istirahat baring
b. Deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko persalinan pre term
c. Pemberian obat tokolitik:
1) Golongan beta mimetik
19
a) salbutamol (salbon, salbuven) per infus : 20-50 ug/men, per oral : 4 mg 2-4
kali/hari maintenance)
b) terbutalin (bricasma)
per infus : 10-25 ug/men (maksimal 80 ug/men)
subkutan : 250 ug / 6 jam
peroral : 5 –7, 5 mg / 8 jam (maintenance)
2) Magnesium sulfat
a) pareteral : 4 – 6 g/iv pemberian bolus selama 20-30 menit, infus 2 – 4 g / jam
(maintenance)
efek samping : edema paru, lethargia, nyeri dada, depresi pernapasan (pada ibu
dan bayi)
d. Pemeriksaan kesejahteraan janin (USG, KTG)
Kontra indikasi penundaan persalinan
1) mutlak : gawat janin, korioamnionitis, pendarahan antepartum yang banyak
2) Relatif: gestosis, diabetis melitus, pertumbuhan janin terhambat,
pembukaaan serviks lebih dari 4 cm
2. Persalinan
a. janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotami lebar dan perlindungan
forseps terutama bayi < 35 minggu
b. Indikasi seksio sesar :
1) Janin dengan presntasi kosong
2) Taksiran janin < 1500 gram ( kontroversi )
3) Gawat janin , bila syarat pervaginam tak dipenuhi
4) Infeksi intra partum, bila syarat pervaginam tak dipenuhi
5) Kontra indikasi persalinan pervaginam lainnya (letak lintang, plasenta previa, dll]
c. Manipulasi bayi seminimal mungkin, inkubator, pemberian oksigen.
IX. PENYULIT
Pada bayi :
1. Sindrom gawat nafas ( RDS )
2. Perdarahan intra kranial
3. Trauma persalinan
4. Sepsis
5. Gangguan neurologi
6. Kelainan kongenital ( PDA )
20
KEHAMILAN LEWAT WAKTU
II. KUMPULAN GEJALA : Tidak ada
III. BATASAN
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berumur lebih dari 42 minggu (294 hari ), atau
lebih 2 minggu dari taksiran tanggal persalinan menurut rumus Naegele, dengan siklus haid rata
– rata 28 hari.
IV. ETIOLOGI.
Penyebabnya belum diketahui. Dikemukakan faktor hormonal, yaitu kadar progesteron yang
berlebihan / kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan
menyebabkan uterus menjadi kurang peka terhadap oksitosin. Faktor lain adalah ffaktor
herediter.
V. PATOFISIOLOGI.
Kadar progesteron yang berlebihan / tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan
menyebabkan uterus menjadi kurang peka terhadap oksitosin, sehingga persalinan tidak terjadi.
Kehamilan lewat waktu mempunyai resiko bterhadap janin oleh karena masa hidup plasenta
terbatas. Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa hidup plasenta, maka janin mungkin
akan mengalami kekurangan nutrisi/oksigenasi akibat dari penurunan fungsi plasenta.
VI. BENTUK KLINIS : Tidak ada
VII. DIAGNOSIS.
Kriteria diagnosis.
1. Usia kehamilan telah melebihi 42 minggu Kadang-kadang sulit untuk menentukan
post datism karena :
Siklus haid yang tidak teratur atau karena adanya variasi siklus haid, dalam masa
laktasi, pemakaian kontrasepsi hormonal yang mengalami kehamilan.
2. Pemeriksaan umur kehamilan.
Anamnesis, dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dengan menggunakan
rumus Naegle
3. Klinis :
Anamnesis gerakan janin, pemeriksaan pertambahan berat badan dan lingkaran
perut.
4. USG / Pemeriksaan Profil Biofisik.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada kehamilan lewat waktu pada dasarnya dilakukan terminasi kehamilan.
1. Induksi persalinan.
Dengan tetes pitosin kalau tidak ada kontra indikasi obstetrik dan belum
didapatkan tanda-tanda hipoksia intra uterin.
IX. KOMPLIKASI.
1. Kematian janin
2. Aspirasi mukoneum
3. Gangguan pembekuan darah
4. Trauma kepala janin
X. TINDAK LANJUT
Dirawat di rumah Sakit
1. Sebelum bayi lahir, dilakukan
a. Pemantauan janin dengan profil Biofisik
b. “Breast Stimulation:
c. Pelepasan selaput ketuban (striping)
2. Setelah lahir
21
a. Kontrol poliklinik terpadu
XI. PROGNOSIS.
Ibu dan anak dubia ad bonam
KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA
II. BATASAN
KPSW adalah suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam
persalinan sebelum pembukaan 3 cm ( sebelum fase aktif, masih dalam fase laten )
III. ETIOLOGI FAKTOR PREDISPOSISI
Sampai saat ini penyebab KPSW belum diketahui secara pasti, tetapi berbagai penulis
menyebutkan beberapa faktor predisposisi, antara lain
1. Faktor selaput ketuban
2. Faktor infeksi
3. Faktor perubahan tekanan intra uterine yang mendadak
4. Faktor yang berhubungan dengan kebidanan dan ginekologi, seperti :
multigravida, pernah mengalami KPSW pada persalinan yang lalu, hamil ganda,
hidramnion, perdarahan antepartum, malposisi, disproporsi sefalo-pelvik, umur
lebih dari 35 tahun, trauma vagina dll.
5. Faktor sosio ekonomi yang rendah seperti : defisiensi gizi, vit. C.
6. Faktor antagonismus golongan darah A, B, O.
7. Faktor merokok.
8. Faktor keturunan.
IV. DIAGNOSIS
Dapat dibuktikan terdapat air ketuban di dalam vagina.
1. Inspekulo :
Melihat air ketuban keluar dari OUE
2. Ambil cairan dari forniks posterior.
a. Dengan kapas lidi atau pipet 􀃆 cairan ditempelkan kertas lakmus akan terjadi
perubahan warna dari warna kuning menjadi warna biru.
b. Dengan pipet diambil cairan --􀃆 dibuat preparat apus dan dikeringkan diudara, dilihat
dengan mikroskop tampak gambaran daun pakis. (Test Arborisasi kristalisasi )
c. Pemeriksaan sitologi untuk melihat verniks kaseosa :
1. Cat Papanicolaou
2. Cat Pinasianole.
3. Zat warna Nile Blue Sulfate
3. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi ( USG ), untuk menilai banyaknya air ketuban .
V. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a. Bila tak didapatkan komplikasi.
Komplikasi : - Suhu > 38 C
- Leukosit > 15.000/mm3
- Air ketuban berbau, kental dan hijau kuning
b. Usia gestasi > 28 - <37 Minggu Diberikan obat-obatan :
1). Tokolitik
2). Kortikosterid ( pematangan paru )
3). Vitamin C dosis tinggi
4). Antibiotika (kontroversi)
Bila air ketuban tidak keluar, pulang dengan nasehat :
1). Tak bersetubuh
22
2). Tak irigasi vagina
2. Aktif
a. Indikasi penatalaksanaan aktif bila :
1) Didapatkan komplikasi
2) Usia gestasi > 37 Minggu / < 28 Minggu
3) Janin mati
4) Indeks tokolitik > 8
b. Berikan antibiotika
c. Terminasi.
1. Perabdominam bila :
a. Kontra indekasi tetes pitosin
b. Letak lintang
c. Presentasi lain yang tidak mungkin pervaginam
2. Pervaginam bila : - Usia gestasi < 28 Minggu
- Janin mati
VI. PROGNOSIS
LETAK LINTANG
II. BATASAN
Letak lintang adalah suatu letak janin dengan sumbu panjang janin memotong tegak
lurus atau hampir tegak lurus terhadap sumbu ibu.
III. ETIOLOGI
1. Semua faktor yang menghalangi turunnya kepala kedalam panggul, misalnya panggul sempit,
plasenta previa, tumor previa, mioma uteri dan anomali fetus.
2. Semua faktor yang memudahkan fetus bergerak, misalnya dinding perut kendor (multiparitas,
abdomen pendulans), hidramnion dan prematuritas.
3. Keadaan kavum uteri yang menyebabkan sumbu panjang kira-kira sama dengan sumbu
melintang, misalnya uterus bikornus, uterus subseptus dan plasenta terletak daerah fundus
uteri.
IV. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan luar
- Inspeksi : perut terlihat melebar ke samping
- Palpasi :
Leopold I : tinggi fundus uteri lebih rendah dibandingkan dengan umur
kehamilan (diskonkrusi negatif).
Leopold II : teraba bokong atau kepala pada salah satu sisi.
Leopold III & IV : denyut jantung janin terdengar jelas sekitar pusat.
2. Periksa Dalam
Setelah ketuban pecah, pada pemeriksaan dalam akan mudah diraba :
a. Sisi dada : tulang iga sebagai garis-garis.
b. Skapula atau akromion sebagai penunjuk.
c. Klavikula; arah penutupan aksila menunjukkan posisi kepala
d. Kadang-kadang tangan kanan atau kiri menumbung ke dalam vagina dan
keluar dari vulva.
3. Ultrasonografi dan radiology Hanya dilakukan apabila dengan pemeriksaan dalam ditemukan
kesulitan.
V. PENATALAKSANAAN
1. Versi luar; hanya dilakukan bila tidak ada kontra indikasi, sebaiknya
dilakukan pada umur kehamilan di atas 32 minggu
2. Seksio sesar; tindakan ini merupakan pertolongan utama pada letak lintang
3. Versi ekstraksi; pada gemelli anak kedua, kalau ketuban baru dipecahkan/baru pecah.
23
4. Persalinan letak lintang kadang-kadang dapat berlangsung pervaginam pada keadaan
anak
kecil/anak mati secara evolusio spontanea atau konduplikasio korpore.
LETAK LINTANG KASEP
II. BATASAN
Suatu keadaan letak lintang di mana didapat keadaan:
1. Tanda-tanda ruptura uteri mengancam.
2. Badan anak (bagian terbawah anak) tidak dapat lagi didorong ke atas walaupun dengan
narkose, tidak mungkin merubah letak anak.
III. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya dilakukan seksio sesar, tetapi kadang-kadang dapat dilakukan
embriotomi.
ASFIKSIA INTRAUTERIN
II. KUMPULAN GEJALA : Ditemukan kelainan denyut jantung janin.
III. BATASAN
Asfiksia intrauterin adalah keadaan kekurangan oksigen dan penimbunan karbondioksida yang
menyebabkan asidosis intrauterin sebagai akibat gangguan pertukaran gas melalui plasenta.
IV. ETIOLOGI
1. Akut
a. Faktor ibu
1) Terjadi pada saat persalinan
a) Persalinan preterm
b) Disproporsi fetopelvik
c) Laserasi jalan lahir oleh karena alat
2) Terdapat gangguan perfusi plasenta yang berat
a) Solusio plasenta
b) Kontraksi uterus hipertonik
c) Ruptura uteri
3) Sirkulasi sistemik yang tidak adekuat
a) Syok karena perdarahan, septik atau anafilaktik
b) Kegagalan jantung akut
c) Hipotensi karena anestesia
4) Oksigenasi darah yang kurang
a) Anemia berat
b) Gangguan pernafasan
b. Faktor anak
1) Terjadinya saat persalinan
a) Distosia bahu
b) Kelainan letak (lintang, bokong)
c) Trauma janin karena alat
d) Amnionitis
2) Gangguan perfusi yang berat dari plasenta atau sirkulasi janin Kompresi tali pusat
seperti pada tali pusat menumbung, simpul tali pusat, atau tali pusat yang terlalu
pendek.
24
3) Sirkulasi sistemik yang tidak adekuat
a) Kelainan jantung kongenital
b) Kegagalan jantung (hidrops fetalis)
c) Perdarahan (insersio vilamentosa)
4) Oksigenasi darah yang kurang
a) Hemolitik krisis yang akut (eritroblastosis fetalis)
b) Gawat janin karena fetal blood sampling
2. Kronis
a. Faktor Ibu
1) Keadaan kronis yang diikuti dengan “outcome” persalinan yang kurang baik
a) Penyakit sistemik
b) Penyakit infeksi
c) Addiksi obat
2) Gangguan perfusi yang ringan dari plasenta atau sirkulasi janin
a) HDK
b) Diabetes melitus
c) Primi tua atau grandemultipara
3) Sirkulasi sistemik yang tidak adekuat
a) Penyakit jantung
4) Oksigenasi darah yang tidak adekuat
a) Gangguan pernafasan
b) Tekanan oksigen yang rendah
b. Faktor Anak
1) Oligohidramnion
2) Penyakit jantung bawaan
3) KPSW
4) Kehamilan ganda
PATOFISIOLOGI
Gangguan pertukaran gas melalui plasenta mengakibatkan terjadinya kekurangan oksigen dan
penimbunan karbondioksida dan menyebabkan terjadinya asidosis intrauterin/gangguan
homeostasis yang pada akhirnya akan mengakibatkan fetal distress.
BENTUK KLINIS
Tidak ada
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis
1. Kehamilan resiko tinggi
2. Terjadi takhikardia/bradikardia pada denyut jantung janin
3. Gerakan janin kurang dari 4 kali dalam 10 menit denganalat kardiotokografi
4. Pertumbuhan janin terhambat
5. Mekonium dalam air ketuban
Pemeriksaan fetal blood sampling􀃆 kardiotokografi
Pemeriksaan USG / profil biofisik
Memeriksa gerak/nafas janin, jumlah air ketuban.
VIII. PENGOBATAN
1. Akut
a. Posisi ibu berbaring miring ke kiri (posisi yang lain), untuk menghilangkan kompresi pada
vena cava inferior.
b. Oksigen 6-7 liter/menit
c. Pemberian tokolitik, misalnya salbutamol 0,5 mg/iv atau terbutalin sulfat 0,5 mg/iv
d. Infus glukosa 5% / 10%
25
e. Pengakhiran kehamilan
f. Pervaginam, bila syarat-syarat dipenuhi dan telah dicapai kala II
g. Seksio sesaria, apabila syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi atau membutuhkan
waktu lebih dari 30 menit.
1. Subakut / kronis
a. Pengobatan kausal dan memperbaiki perfusi uteroplasenta
b. Istirahat baring 12 jam/hari, miring ke kiri/kanan
c. Diet tinggi protein, dan disesuaikan dengan keadaan ibu, rendah garam
d. Cairan parenteral untuk menambah kalori ibu
e. Tokolisis, dengan tujuan memperbaiki sirkulasi uteroplasenta seperti salbutamol,
isprinosin
f. Oksigen, kalau perlu
g. Kalau keadaan tidak membaik/tidak dapat dipertahankan dan dijumpai gawat janin,
dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi/seksio sesaria
KOMPLIKASI
Kematian janin dalam rahim/luar rahim
TINDAK LANJUT
Perawatan Rumah Sakit dan konsul poliklinik terpadu
XI. PROGNOSIS : - Ibu dubia
- Anak dubia ad malam
26
INFEKSI INTRAPARTUM
BATASAN
Infeksi intrapartum ialah infeksi yang terjadi dalam persalinan yang ditandai kenaikan suhu
>36°C, air ketuban keruh kecoklatan, berbau dan lekosit darah >15.000/mm3. Infeksi yang terjadi
dapat merupakan kelanjutan dari adanya infeksi intrapartum, yaitu berupa khorioamnionitis yang
sebelumnya mungkin asimptomatik
ETIOLOGI
Faktor predisposisi :
1. Ketuban pecah sebelum waktu (KPSW)
2. Distosia
3. Pemeriksaan dalam lebih dari 2 kali
4. Keadaan umum yang lemah
5. Gizi kurang
6. Servisitis, vaginitis
PATOFISIOLOGI
Patogenesis yang umum dari terjadinya infeksi intrapartum ataupun khorioamnionitis adalah
terjadinya infeksi ascendens yang berasal dari mikroorganisme (flora) yang terdapat pada vagina
atau serviks atau kedua-duanya setelah pecahnya ketuban dan infeksi ini jarang terjadi pada
selaput ketuban yang masih utuh. Pada selaput ketuban yang utuh walaupun jarang dapat
terjadi infeksi ini melalui transplacenta dengan mikroorganisme yang berasal dari sirkulasi ibu.
IV. GAMBARAN KLINIK
Kriteria diagnosis
1. Biasanya ketuban sudah pecah
2. Suhu > 38 derajat selsius
3. Air ketuban keruh dan berbau
4. Biasanya terdapat predisposisi seperti tersebu di atas
V. GAMBARAN LABORATORIUM
Darah tepi : lekosit > 15.000/mm3
VI. GAMBARAN RADIOLOGI : Tidak diperlukan
VII. PEMBAGIAN SECARA KLINIS : Tak ada
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa Antibiotika
Ampisilin 3 x 1 gram/hari iv atau
Penisilin prokain 2 x 2,4 juta iu/hari im
Pada infeksi berat, polipragmasi
2. Obstetri
Persalinan diusahakan pervaginam
Kala I dilakukan akselerasi persalinan dan Kala II dipercepat
Seksio sesar hanya dilakukan atas indikasi obstetri, misalnya kelainan letak, distosia, gawat
janin.
Bila seksio sesar dilakukan, pasang drain intra peritoneal di depan plika dan pada kavum
Douglasi.
Bayi dapat dirawat gabung.
IX. PENYULIT
1. Sepsis sampai dengan syok septik
2. Luka episiotomi/operasi terinfeksi, terbuka, sampai terjadi "Burst Abdomen"
3. Perdarahan
27
PARTUS KASEP
I. NAMA PENYAKIT : Partus Kasep
II. BATASAN
Partus kasep adalah suatu keadaan fase akhir dari suatu persalinan yang tidak mengalami
kemajuan (kemacetan) dan berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi terhadap ibu,
janin atau keduanya.
III. ETIOLOGI
Penyebab partus kasep multikompleks, yang berhubungan dengan pengawasan pada waktu hamil
dan penatalaksanaan pertolongan persalinan.
Penyebab kemacetan dapat karena:
1. Faktor panggul : Kesempitan panggul
2. Faktor janin : Kelainan letak
3. Faktor tenaga : His dan tenaga mengejan
(hipotomi)
4. Faktor penolong : - salah pimpin
- manipulasi - kristeller
- pemberian uterotonik yang kurang pada tempatnya
IV. PATOFISIOLOGI
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal pembukaan sampai
lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi 20 jam, multi 14 jam) dan fase
aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5 cm per jam) atau kala pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1
jam), maka kemungkinan akan timbul partus kasep.
Partus yang lama, apabila tidak segera diakhiri, akan menimbulkan:
1. Kelelahan ibu
Karena mengejan terus, sedangkan intake kalori biasanya kurang.
2. Dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit karena
intake cairan kurang.
3. Infeksi rahim; terjadi bila ketuban pecah lama, sehingga terjadi infeksi rahim
yang dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang kurang steril.
4. Perlukaan jalan lahir; terjadi karena adanya disproporsi kepala panggul juga
manipulasi dan dorongan dari penolong.
5. Gawat janin sampai kematian janin karena asfiksia dalam rahim.
V. DIAGNOSIS
Gejala Klinik
1. Tanda-tanda kelelahan dan intake yang kurang
a. Dehidrasi : nadi cepat dan lemah
b. Meteorismus
c. Febris
d. His yang hilang dan melemah
2. Tanda-tanda infeksi intrauterin
a. Keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan berbau, kadang-kadang bercampur
mekonium
b. Suhu rektal ≥ 38°
3. Tanda-tanda ruptura uteri
a. Perdarahan melalui ostium uteri eksternum
b. His yang hilang
c. Bagian anak mudah diraba
d. Robekan dapat meluas sampai serviks dan vagina
4. Tanda-tanda gawat janin
a. Air ketuban bercampur mekonium
28
b. Denyut jantung janin melemah / hilang
c. Tidak teraba gerakan anak.
VI. PENATALAKSANAAN
1. Memperbaiki keadaan umum
- Puasa karena mungkin akan dilakukan tindakan dalam narkose
- Pasang kateter menetap
- Berikan oksigen
a. Pemberian cairan, kalori dan elektrolit
Pasang tranfusi set dengan cairan NS 500 ml dan dekstrose 5% / 10% dalam 1-2 jam
pertama, selanjutnya tergantung produksi urine dan BD plasma (bila dapat)
b. Koreksi keseimbangan asam-basa (bila terdapat tanda asidosis).
Berikan bikarbonas natrikus 50 ml 7%. Sebaiknya diukur CO2 dan pH darah
c. Pemberantasan infeksi
Antibiotik: PP 3 x 2,4 juta iu im
Ampisilin 3 x 1 gram iv
Metronidazol supp 2 x 1 gram
ATS 1.500 iu
Kortikosteroid 1-3 mg/kg BB untuk syok septik dan anti stres
d. Penurunan panas
Kompres basah/alkohol, antiseptik bila perlu.
e. Koreksi kelainan psikis
Sedative: - sebaiknya pethidin 50 mg iv
- mengurangi rasa nyeri
- memberikan istirahat
- menenangkan
Kortikosteroid untuk mengurangi kelelahan psikis/stres;
- deksamethason 4 mg 1 x saja
- kortikosteroid 1-3 mg/kg BB
2. Pengakhiran persalinan
Cara pengakhiran tergantung dari sebab kemacetan dan apakah janin hidup/mati.
Sedapat mungkin pervaginam, oleh karena kalau perabdominam sebaiknya seksio sesar ekstraperitoneal
atau seksio sesar histerektomi. Pasang drain karet dari kavum Douglas/drain
samping abdomen kalau perlu.
3. Perawatan pasca persalinan
a. Mencegah infeksi
- Pemberian antibiotika
- Perhatikan involusi uterus/lokhia
b. Mencegah fistulasi
Pasang kateter nomor 16/18 menetap selama ± 7 - 14 hari, kateter diganti 5 hari sekali.
Setelah kateter lepas, perhatikan buang air kecilnya.
VII. KOMPLIKASI
1. Ibu
a. Infeksi sampai sepsis
b. Asidosis sampai gangguan elektrolit
c. Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ
d. Robekan jalan lahir
e. Fistula buli-buli, vagina, rahim, rektum
2. Anak
a. Gawat janin sampai meninggal
b. Lahir dengan asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap.
c. Trauma persalinan
Patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena pertolongan.
VII. PROGNOSIS : Dubia
29
JANIN MATI DALAM RAHIM
II. KUMPULAN GEJALA : Perut mengecil, anak mati
III. BATASAN
Kematian janin dalam rahim yang beratnya > 500 g atau umur kehamila > 20 minggu.
IV. ETIOLOGI : Banyak factor / penyebab
V. PATOFISIOLOGI : Tergantung penyebab
VI. BENTUK KLINIS : Tidak ada
VII.DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik :
1. Tanda subyektif :
a. Uterus ( perut ) mengecil
b. Gerakan janin tak terasa lagi
c. Hilangnya gejala-gejala kehamilan
2. Tanda obyektif
a. Denyut jantung janin ( - )
b. Kadang-kadang teraba krepitasi di uterus (adanya timbunan udara dalam tubuh janin)
c. Pemeriksaan penunjang :
1). USG :
a) DJJ ( - )
b) Gerakan janin ( - )
c) Tulang-tulang janin letaknya tidak teratur / tegas
2) Ro :
a) Tanda Spalding-Horner : tulang tengkorak tumpang tindih oleh
karena isi tengkorak mencair dan periosteum melunak.
b) Tanda Noujoks : Kurvatura / angulasi yang berkelebihan dari
tulang belakang janin.
c) Tanda Gerhard : Hiperekstensi kepala janin
d) Tanda Holm : Akumulasi gas dalam tubuh janin
e) Disintegrasi tulang janin bila posisi ibu berdiri
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pasif :
Bila tidak ditemukan satupun kriteria penatalaksanaan aktif, tunggu 2 – 4 minggu kemudian.
2. Aktif :
Indikasi bila terdapat 1 atau lebih kriteria :
a. Atas permintaan penderita
b. Janin sudah mati 2 – 4 minggu
c. Terdapat kelainan pembekuan darah
d. Inpartu
e. KU jelek pada : - Partus lama
- Partus kasep
- Eklampsia, dll
Cara :
a. Belum inpartu
KU jelek 􀃆 perbaiki KU 􀃆 Induksi persalinan dengan tetes pitosin atau prostaglandin
KU baik 􀃆 pematangan serviks 􀃆 induksi pematangan serviks :
- Estradiol Benzoat selama 3 hari :
2 X 20 mg/ hari im atau 1 x 50 mg/ hari im
- Prostaglandin
30
b. Inpartu
1] Kala I
- KU jelek 􀃆 perbaiki KU 􀃆 akselerasi 􀃆 gagal, SC
- KU baik 􀃆 kalau ada indikasi lakukan akselerasi 􀃆 gagal, SC
2) Kala II
- KU jelek 􀃆 perbaiki KU 􀃆 dipercepat dengan tindakan
- Preskep / presbo, sesuai dengan syarat yang dipenuhi 􀃆 gagal 􀃆 embriotomi
Letak lintang 􀃆 embriotomi
- KU baik 􀃆 pimpin persalinan 􀃆 gagal, tindakan sesuai dengan syarat yang dipenuhi
􀃆 gagal, embriotomi.
IX. KOMPLIKASI : Kelainan pembekuan darah
X. TINDAK LANJUT
1. Sebelum lahir
Dirawat di Rumah Sakit dengan pemeriksaan laboratorium
a. darah rutin, CT, BT, Trombosit, COT
b. urine rutin
c. Persiapan transfusi darah
2. Setelah lahir
Kontrol poliklinik untuk mencari penyebab, dilakukan pemeriksaan laboratorium
a. VDRL
b. Kultur urine
c. Rh / ABO inkompatibilitas
d. Toksoplasma
XI. PROGNOSIS
- Dubia ad bonam
PRESENTASI BOKONG
I. NAMA PENYAKIT : PRESENTASI BOKONG
= LETAK SUNGSANG
II. BATASAN
Letak sungsang adalah letak membujur dari janin didalam rahim dengan bokong pada bagian
bawah.
Tergantung dari bagian janin yang mana yang terendah, dapat dibedakan :
1. Letak Bokong (hanya bokong yang teraba / frank breech presentation)
2. Letak bokong kaki :
- Sempurna (bokong dan kedua kaki teraba)
- Tak sempurna ( bokong dengan satu kaki teraba )
3. Letak kaki : - sempurna
- tidak sempurna
4. Letak lutut : - sempurna
- tidak sempurna
III. ETIOLOGI
Presentasi bokong akan terjadi jika terdapat faktor-faktor yang dapat mengganggu penyesuaian
diri fetus secara normal terhadap kavum uteri, misalnya :
1. Faktor fetus :
Kembar, prematuritas, hidrosefalus, anensefalus, kaki menjungkit, hidramnion dan
oligohidramnion.
2. Faktor uterus :
31
Uterus kendor (grandemultipara), plasenta previa atau plasenta terletak di fundus uteri
dan
kelainan bentuk uterus, misalnya uterus arkuatus dan uterus septus.
Letak sungsang habitual mungkin disebabkan oleh :
a. Faktor turunan
b. Kecendrungan individual
IV. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan luar
a. Palpasi :
Leopold I : kepala / ballotemen di fundus
Leopold II : teraba punggung di satu sisi
Leopold III & IV : bokong teraba di bagian bawah rahim
2. Pemeriksaan dalam
Teraba bokong, sacrum, anus, genitalia, tungkai atau kaki janin.
Kadang-kadang sukar membedakan antara bokong dan muka, terutama pada partus yang
lama yang menyebabkan bokong menjadi bengkak, atau antara kaki dan tangan.
Kaki : Tangan :
a. Jari kaki lebih pendek dari telapak a. Jari tangan hampir sama panjang
kaki dengan telapaknya
b. Ujung jari-jari kaki hampir pada satu b. Ujung jari-jari tangan letak pada
garis lurus garis lengkung
c. Terdapat 3 tonjolan tulang, kalkaneus, c. Terdapat ujung ulna dan radius
malleolus medialis et lateralis.
d. Ibu jari tak dapat diregangkan d. Ibu jari dapat diregangkan
e. Telapak tak dapat diluruskan dan tidak e. Telapak dapat diluruskan dan
dapat salaman. dapat salaman
3. Ultrasonografi
Diperlukan untuk :
a. Konfirmasi letak janin apabila pemeriksaan fisik tidak jelas.
b. Menentukkan letak plasenta
c. Penentuan kemungkinan adanya cacat bawaan
4. Foto Rontgen
a. Konfirmasi letak janin
b. Menentukkan habitus kepala janin
5. Auskultasi
Terdengar denyut jantung janin paling jelas pada kwadran atas atau sekitar pusat.
V. PENATALAKSANAAN
1. Masa antenatal
a. Jika kehamilan 30 –32 minggu dianjurkan KCP (Knee Chest Position) dan dilakukan
Ultrasonografi untuk mencari kemungkinan kelainan letak plasenta (plasenta previa),
cacat bawaan atau kelainan bentuk rahim.
b. Jika pemeriksaan USG tidak ditemukan kelainan maka dicoba versi luar, primigravida
pada kehamilan 32 – 34 minggu dan multigravida pada 34 – 36 minggu, dengan catatan :
tidak ada kontra indikasi versi luar.
a. Kontrol 1 minggu, jika terjadi reversion (versi luar gagal) maka dilakukan foto rontgen
abdomen untuk mencari kemungkinan adanya kelainan tentang panggul ibu atau
habitus janin. Bila foto rontgen abdomen tidak ditemukan kelainan, dapat dilakukan
versi luar sekali lagi.
2. Masa persalinan
32
a. Pada kasus dimana versi luar berhasil, maka penatalaksanaan persalinan seperti pada
letak kepala.
b. Pada kasus dimana versi luar gagal maka penatalaksanaan persalinan lebih aktif.
Persalinan pervaginam terutama pada primigravida harus hati-hati karena dapat terjadi
after coming head. Anak harus lahir dalam waktu 8 menit sejak lahir sebatas pusat dan
dipakai skor Zatuchni Andros.
Pimpinan persalinan pada letak sungsang terdapat 4 macam cara pertolongan
persalinan :
1). Pertolongan persalinan spontan ( Bracht )
2). Ekstraksi partial : untuk melahirkan bahu bila persalinan spontan tak
berhasil : - secara klasik
- secara Muller
- secara Lovset
3). Ekstraksi total
4). Putaran paksi abnormal
Jika oksiput tetap dibelakang, kepala dilahirkan dengan cara Mouriceau – Smellie –
Veit terbalik atau cara Praha terbalik.
c. Seksio sesar primer pada letak sungsang :
1). Habitus kepala ekstensi
2). Panggul sempit dan kelainan bentuk panggul
3). Taksiran berat anak > 3500 gram pada primigravida , dan 4000 gram
pada multigrvida.
4). Bekas SS atau miomektomi
5). Primigravida dengan letak kaki
6). BOH
SKOR ZATUCHNI ANDROS
S K O R 0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Usia Kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Taksiran Berat > 3620 g 3176 – 3629
g < 3176 g
Riwayat letak Bokong Tidak pernah Satu kali Dua kali / >
Dilatasi Serviks <> 4 cm
Station( turunnya) - 3 cm - 2 cm < - 1 cm lebih
Catatan : Jika skor Zatuchni Andros, rendah ( < / = 4), sebaiknya SC.
PERDARAHAN POSTPARTUM
II. BATASAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 ml dalam 24 jam setelah
anak lahir.
III. ETIOLOGI
1. Atonia uteri : 50-60%
2. Retensio Plasenta : 16-17%
3. Sisa plasenta : 23-24%
4. Laserasi jalan lahir : 4-5%
5. Kelainan darah : 0,5-0,8%
IV. BENTUK KLINIS/KLASIFIKASI KLINIK
1. Perdarahan postpartum dini (early postpartum haemorrhage), yaitu perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama sesudah lahir.
2. Perdarahan masa nifas (late postpartum haemorrhage), yaitu perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium), tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi lahir.
33
V. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan :
1. Hentikan perdarahan
2. Cegah/atasi syok
3. Ganti darah yng hilang/tranfusi atau diberi cairan NaCl/RL, plasma ekspander, Dekstran-L.
1. Atonia Uteri
a. Masase uterus + pemberian uterotonika berupa infus pitosin 10 iu s/d 100 iu dalam 500 ml
D 5%, 1 ampul ergometrin iv, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
b. Kompresi bimanual.
c. Tampon uterovaginal secara lege artis, tampon diganti 24 jam kemudian.
d. Tindakan operatif:
1. Ligasi arteri uterina
2. Ligasi arteri hipogastrika
3. Histerektomi
Catatan: 1) dan 2) untuk yang masih ingin anak.
Tindakan yang bersifat sementara, untuk mengurangi perdarahan, menunggu
tindakan operatif dapat dilakukan metode Henkel (menjepit cabang arteri uterina
melalui vagina kiri dan kanan) atau kompresi aorta abdominalis.
2. Retensio Plasenta / sisa plasenta
a. Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu, kandung
kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitosin (iv atau im atau melalui infus)
dan boleh dicoba perasat Crede secara lege artis. Jika tidak berhasil, dilakukan manual
plasenta.
b. Setelah plasenta manual, diberi suntikan ergometrin. Jika ada keraguan masih ada
jaringan plasenta yang tertinggal, dilakukan kuretase dengan kuret tumpul ukuran besar
bersamaan dengan suntikan oksitosin.
Manual plasenta segera dilakukan bila :
1. Perdarahan kala III > 200 ml
2. Penderita dalam nakose
3. Riwayat perdarahan post partum habitualis
4. Tali pusat putus.
3. Robekan / Laserasi Jalan Lahir
Segera lakukan reparasi, robekan dilihat secara “avue” dengan spekulum dan dijahit dengan
cermat.
4. Gangguan Pembekuan Darah
Pada gangguan pembekuan darah, diberikan pengobatan yang sesuai seperti vitamin K,
kalsium, tranexamic acid, dan sebagainya. Pada hipofibrinogenemia, diberi terapi fibrinogen
atau tranfusi darah segar atau fresh frozen plasma. Kontrol DIC dengan heparin.
Mengatasi syok (hipovolemik)
Derajat
Syok Gejala Perkiraan
Hilang darah
Cairan yang
diberi
3x vol yg hilang
Cepat
Tetesan
Ringan
- Nadi <100
x/m
- TD turun
- Ujung jari
dingin
500 - <1000
ml
- NaCl
- Ringer
- Ringer Laktat
- 2/3 kocor
- 1/3 16-24
tts/m
Sedang
- Nadi 100-120
x
- TD S 90-120
1000 - <2000
- 500 ml plasma
ekspander.
- Sisanya: NaCl
idem
34
- Pucat,
keringat,
Gelisah, ujung
Jari dingin
ml
Ringer
RL
Berat
- Nadi >
120x/m
- TD S < 70
mmHg
- Sangat basah
kulit basah
- Seluruh tubuh
dingin
- Kesadaran /
- Diuresis < 50
ml
> 2000 ml
- 500 ml darah
- 500 ml plasma
expander
- Sisanya : NaCl
Ringer
RL
idem
RUPTURA UTERI
II. BATASAN :
Ruptura uteri adalah suatu keadaan dimana terjadi robekan uterus oleh suatu hal.
III. ETIOLOGI:
1. Ruptura uteri spontan
2. Ruptura uteri traumatika (violenta).
IV. PATOFISIOLOGI:
Pada kehamilan kurang lebih 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran
kavum uteri maka mulai terbentuk SBR. Batas antara korpus uteri (SAR) dan SBR disebut
lingkaran retraksi fisiologis dan terletak 2-3 jari di atas simfisis, bila lingkaran tersebut meninggi
lebih antara pertengahan pusat dan simfisis maka disebut lingkaran retraksi patologis.
Bila oleh suatu sebab, tidak terjadi kemajuan persalinan sedangkan his makin kuat, maka SBR
makin tertarik ke atas, juga lingkaran retraksi makin tertarik ke atas sehingga terjadi robekan
segmen bawah rahim (SBR).
V. KLASIFIKASI/MACAM RUPTURA UTERI:
1. Menurut waktu terjadinya:
a. Ruptura uteri gravidarum
b. Ruptura uteri durante partum.
2. Menurut lokalisasinya:
a. Korpus uteri
Sering terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesar
klasik, miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim (SBR)
c. Serviks uteri
Sering terjadi pada tindakan forseps, versi ekstraksi.
d. Menurut apakah peritoneum ikut robek atau tidak:
a. Ruptura uteri komplet
b. Ruptura uteri inkomplet.
e. Menurut simptoma klinik :
a. Ruptura uteri iminens
b. Ruptura uteri
VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
35
Adanya riwayat partus yang lama/macet.
Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong.
2. Gambaran Klinik
Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi syok dan anemia.
Pada pemeriksaan luar didapat: perdarahan per vaginam, kontraksi uterus biasanya hilang,
bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu atau janin teraba di samping uterus
dan DJJ biasanya negatif. Terdapat tanda-tanda cairan bebas. Nyeri tekan perut terutama
pada daerah robekan. Pada pemeriksaan dalam didapatkan : kepala atau bagian terbawah
janin dengan mudah dapat didorong ke atas, dan ini disertai pengeluaran darah per vaginam
yang agak banyak. Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari tangan dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba omentum, usus dan bagian janin.
Pada kateterisasi didapat urine berdarah.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Perbaikan keadaan umum
Atasi syok dengan pemberian cairan/darah
Berikan antibiotika
Oksigen
2. Laparatomi
a. Tindakan yang akan dilakukan tergantung banyak faktor:
1) Jenis ruptura uteri
2) Jenis luka ruptura uteri
3) Umur dan jumlah anak
4) Kemampuan dan keterampilan penolong.
b. Jenis tindakan :
Histerektomi
Histerorafi.
VIII. KOMPLIKASI / PENYULIT
1. Ibu : syok sampai kematian.
2. Janin : gawat janin sampai kematian janin.
IX. PROGNOSIS : Tidak ada.
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
II. KUMPULAN GEJALA
Tinggi fundus uteri lebih kecil dari usia kehamilan.
III. BATASAN
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) ialah keadaan janin dengan berat dan besar yang tidak
sesuai dengan usia gestasi.
IV. ETIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan perkembangan janin tersebut antara
lain :
1. Faktor janin
a. Kelainan kromosom
b. Kelainan bentuk janin
c. Infeksi
2. Faktor plasenta
a. Fungsi plasenta yang menurun
b. Bentuk plasenta yang abnormal
c. Kehamilan ganda
3. Faktor ibu
36
a. Penyakit pembuluh darah (kronik hipertensi, SLE, penyakit ginjal, diabetes melitus).
b. Penyakit jantung
c. Penyakit paru kronis
d. Anemia berat
e. Malnutrisi
f. Infeksi
g. Merokok
h. Obat-obatan: hidantoin, alkohl, narkotik.
Faktor-faktor ini saling berkaitan.
V. PATOFISIOLOGI : Tergantung penyebab.
VI. BENTUK KLINIS
1. PJT Simetrik : akibat kelainan genetik.
2. PJT Asimetrik : hipoksia akibat insufisiensi plasenta
infeksi
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis :
1. Diagnosis baru dapat ditegakkan bila usia kehamilan telah mencapai 28 minggu ke atas.
Pertumbuhan janin dinyatakan terhambat bila secara klinis dan USG didpatkan taksiran
berat janin berada di bawah rata-rata 2 simpang baku normal.
2. Adanya faktor resiko pada ibu seperti :
a. Hipertensi
b. Penyakit paru kronis
c. Penyakit jantung
d. Anemia berat
e. Kurang gizi
f. Penggunaan obat-obatan
g. Merokok
h. Infeksi, seperti campak.
3. Pada anamnesis :
a. Didapatkan PJT sebelumnya.
4. Pada pemeriksaan :
a. Ditemui penambahan berat badan ibu selama kehamilan kurang dari 7 kg pada saat
aterm atau berat badan ibu kurang dari 45 kg.
b. Penambahan tinggi fundus uteri yang kurang dari 10 persentil menurut kurva normal.
5. Pemeriksaan penunjang :
USG berkala (serial) untuk menentukan :
a. Diameter biparietal (BPD)
b. Lingkaran kepala
c. Lingkaran perut
d. Volume air ketuban
e. Cacat bawaan
f. Panjang femur.
6. Pemeriksaan kesejahteraan janin (Profil biofisik).
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Terutama berdasarkan kausanya.
2. Secara umum dikelola sebagai berikut :
a. Istirahat baring (tidur miring)
b. Minum >2000 ml/hr
c. Makanan dengan kalori >2100 kalori/hari.
3. Secara khusus :
Misalnya penurunan tekanan darah pada kasus PEB hingga diastolik mencapai 90 mmHg.
4. Terminasi kehamilan :
Bila pertumbuhan janin berdasarkan pemeriksaan USG masih berlangsung, terminasi
dilakukan pada kehamilan 38 minggu. Bila pertumbuhan janin tidak ada, maturitas paru
cukup (biasanya pada kehamilan 35 minggu) lakukan terminasi dengan cara :
37
a. Janin reaktif :
Induksi persalinan dengan didahului pematangan serviks.
b. Janin non-reaktif atau terdapat gejala gawat janin : seksio sesarea.
5. Bayi
Memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya (khususnya bayi dengan asfiksia).
Sambil menunggu ASI jumlahnya optimal, dapat diberikan pengganti ASI.
6. Perawatan Rumah Sakit :
Perlu dirawat atas indikasi ibu untuk pengobatan kausal dan penilaian tentang
kesejahteraan janin atau perencanaan terminasi kehamilan. Perawatan dilakukan menjelang
terminasi.
IX. KOMPLIKASI
1. Kematian janin dalam kandungan/di luar kandungan.
2. Cacat bawaan.
X. TINDAK LANJUT
1. Sebelum lahir : MRS
2. Setelah lahir : - Ibu : dicari penyebab.
- Anak : konsultasi dengan bagian anak.
XI. PROGNOSIS : Tergantung penyebab.
HAMIL DENGAN HEPATITIS
KUMPULAN GEJALA
Amenorea, anoreksia, mual muntah, demam, pembesaran hati dan nyeri tekan, mata dan buang
air kecil kuning.
BATASAN
Kehamilan dengan infeksi virus hepatitis yang lebih sering terjadi pada triwulan III.
IV. ETIOLOGI : Virus hepatitis.
V. PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan triwulan III banyak bahan-bahan lipotropik/ hepatoprotektor yang diambil
janin dari darah ibunya. Kekurangan bahan tersebut, terutama pada kekurangan gizi (protein),
sehingga sangat menurunkan ketahanan sel hepar terhadap serangan virus hepatitis dan
sering terjadi hepatitis yang berat. Cara infeksi dapat melalui sistemik (jarum suntikan, infus)
dan oral (alat makan/minum dan makanan yang terkontaminasi.
VI. BENTUK KLINIS : Hamil dengan hepatitis.
VII. DIAGNOSIS
Anoreksia, mual , muntah, febris, rasa bengkak dan nyeri pada perut kanan atas, mata dan
buang air kecil kuning seperti teh pekat , amenorea, febris, sklera ikterik, mammae
hiperpigmentasi kolostrum (+), hepatomegali dan nyeri tekan, ballotemen dan DJJ (+).
VIII. Laboratorium
Didapatkan kelainan test faal hepar, bilirubin, SGOT, SGPT dan alkalinfosfatase / bilirubin
urine (+), protrombin time memanjang. Kadar anti hepatitis /. USG hepar didapatkan pembesaran.
USG janin normal.
38
IX. PENATALAKSANAAN
Semua penderita hepatitis dirawat untuk evaluasi penyakit dan pengobatannya. Pengobatan
medik bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum, meningkatkan ketahanan sel hepar dan
mencegah berlanjutnya kerusakan sel akibat virus. Mengurangi beban kerja sel hepar.
1. Cukupkan kebutuhan cairan dan elektrolit, kalori dan protein dengan infus dan diet
ML/TKTP.
2. Batasi zat lemak.
3. Istirahat baring total
4. Hindarkan obat hepatotoksik
5. Kortikosteroid, anti virus
6. Enzim pencernaan/hepatoprotektor
7. Roborantia.
Indikasi pulang : keluhan hilang/berkurang, bisa makan dan minum, keadaan
umum baik, faal hepar dalam batas normal dan kehamilan baik.
X. KOMPLIKASI
Abortus, prematuritas, perdarahan postpartum, DIC, atropi sel-sel hepar dan kerusakan kronik
sel-sel hepar, koma dan kematian.
XI. TINDAK LANJUT
Kontrol hepatitis di bagian rawat jalan PDL. Persalinan dapat direncanakan per vaginam.
Seksio sesar atas indikasi obstetrik sebab akan memperburuk prognosis ibu.
XII. PROGNOSIS
Hepatitis yang terjadi pada kehamilan triwulan I dan II prognosis baik, sedangkan pada
triwulan III dengan angka kematian maternal yang tinggi.
Catatan : di USA dan Eropa penyakit ini berjalan ringan tetapi di Asia dan negara sedang
berkembang perjalanan penyakit lebih berat.
HAMIL DENGAN TUBERKULOSIS PARU-PARU
II. KUMPULAN GEJALA
Ada tanda-tanda kehamilan (amenorea, pembesaran perut dan gerakan anak, betuk kronik
produktif kadang-kadang disertai darah, keringat malam, nafas sesak, anoreksia, berat badan
menurun, lemah.
III. BATASAN
Kehamilan dengan infeksi paru-paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis
dengan gejala seperti tersebut diatas.
IV. ETIOLOGI : Mycobacterium tuberkulosis
V. PATOFISIOLOGI
Infeksi dapat terjadi karena kontak dengan pasien TB paru-paru aktif mungkin dengan batuk
produktif atau kontaminasi pada alat-alat makan dan minum. Kerusakan pada paru-paru berupa
tuberkel terutama pada lapangan atas kedua paru-paru.
VI. BENTUK KLINIS : Hamil dengan tuberkulosis paru
VII. DIAGNOSIS
Batuk kronik produktif kadang-kadang disertai darah, gizi kurang / berat badan menurun.
Ronkhi terutama pada apeks pulmonum, kaverne, tanda-tanda kehamilan (+), LED meningkat,
lekositosis, shift to the right, BTA (+), pada foto thorak didapatkan infiltrat dan kaverne.
39
Indikasi rawat TB paru aktif dan keadaan umum jelek.
PENATALAKSANAAN :
Pengobatan medik bertujuan memperbaiki keadaan umum, memelihara konsepsi dan mengatasi
kausa. Pada yang berat dirawat.
1. Tirah baring, pasang infus
2. Oksigen
3. Transfusi darah (PRC)
4. Diet TKTP
5. Tuberkulosida / tuberkulostatika
6. Roboransia / hemanitik
7. Rencana persalinan pervaginam
Indikasi pulang jika keadaan umum baik, kuman BTA (-), kehamilan baik dan intake oral baik.
Postpartum.
KOMPLIKASI
Prematuritas, abortus, penularan kepada bayi, hemoptu, hemotoraks
TINDAK LANJUT
Teruskan pengobatan sampai satu tahun, kontrol dibagian penyakit paru-paru.
XI. PROGNOSIS : Baik.
HAMIL DENGAN INFEKSI BERAT / SEPSIS
KUMPULAN GEJALA
Keadaan umum sakit berat, demam tinggi, nadi cepat (>120 x/menit), nafas sesak, kulit dingin
BATASAN
Adanya kehamilan yang disertai infeksi berat, baik intra ataupun ekstragenital.
IV. ETIOLOGI : Bermacam-macam kuman patogen
V. PATOFISIOLOGI
Infeksi dapat terjadi secara sistemik / oral, terutama pada alat genital, saluran nafas, saluran
pencernaan dan luka pada kulit. Kuman menghasilkan endotoksin yang menyebabkan demam
tinggi/sepsis.
VI. BENTUK KLINIK : Hamil dengan infeksi berat / sepsis
VII. DIAGNOSIS
Demam tinggi disertai keluhan sistemik sesuai dengan organ tubuh yang diserang oleh kuman;
batuk, sesak nafas, diare dan lain-lain. Keadaan umum sakit berat, tekanan darah menurun, nadi
>120 x/mnt halus, suhu >38,5 C, ronkhi pada paru-paru, fluor albus berbau busuk, lekositosis
(+), diperkuat dengan hasil kultur darah, urin, lekore dan analisa gas darah. USG dan profil
biofisik normal/jelek.
Indikasi rawat infeksi berat + KU jelek.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medik bertujuan memperbaiki KU dan mengeradikasi kuman penyebab.
1. Tirah baring total / posisi setengah duduk
2. Oksigen
3. Infus cairan dan elektrolit harus cukup, catat intake – output, jika perlu pasang
CVP
40
4. Diet ML/MS TKTP
5. Antibiotika adekuat (Kedacillin, Gentamycin dan Flagyl)
6. Kortikosteroid dosis tinggi.
7. Digitalisasi untuk menurunkan HR <120 x/mnt
8. Sedatif
9. Selanjutnya antibiotika disesuaikan dengan hasil uji kepekaan.
Indikasi pulang jika KU ibu dan janin baik, laboratorium dalam batas normal
dan postpartum dengan KU baik.
IX. KOMPLIKASI : Endokarditis bakterialis
X. TINDAK LANJUT
Kontrol dibagian rawat jalan kebidanan. Rencana partus pervaginam.
XI. PROGNOSIS : Dubia
HAMIL DENGAN KELAINAN JANTUNG
KUMPULAN GEJALA
Tanda-tanda kehamilan disertai dengan keluhan jantung yaitu sesak nafas waktu istirahat atau
aktifitas tingan, debar jantung terus cepat, batuk, edema tungkai bawah, anemi.
III. BATASAN
Hamil dengan keluhan sesak nafas karena faktor kelainan jantung organik ataupun fungsionil.
Faktor fungsionil misalnya karena hipervolemi, hipertensi dan anemi yang terjadi dalam
kehamilan.
IV. ETIOLOGI
Faktor organik paling sering disebabkan oleh demam rheuma, faktor fungsionil karena
hipervolemi, anemi dan hipertensi.
V. PATOFISIOLOGI
Dalam masa kehamilan terjadi pertambahan volume darah, anemi relatif, hipertensi dan
bendungan vena cava inferior, sehingga menambah beban kerja jantung. Apabila daya cadangan
jantung dilewati, maka terjadilah keluhan tersebut diatas.
VI. BENTUK KLINIK
1. Hamil dengan kelainan jantung tingkat I.
2. Hamil dengan kelainan jantung tingkat II.
3. Hamil dengan kelainan jantung tingkat III.
4. Hamil dengan kelainan jantung tingkat IV.
VII. DIAGNOSIS
Sesak napas waktu tirah baring / aktifitas ringan sebelum / selama kehamilan, berat badan
naik karena retensi cairan, oligouria, KU sakit berat, tekanan darah N / naik, nafas capat dan
dangkal. Pembesaran jantung, bising (+), denyut jantung 120 x/menit, ronkhi pada basal paruparu,
hepatomegali, edema tungkai bawah.
Gangguan faal hepar, kelainan pada EKG dan foto toraks, tekanan JVP naik, hematokrit
menurun, peninggian kadar enzim SGOT, SGPT, USG janin dalam batas normal.
Indikasi rawat sesak nafas.
VIII. PENATALAKSANAAN
41
Pengobatan medik bertujuan meningkatkan efisiensi kerja jantung dan mengurangi beban
kerja otot jantung.
Hamil dengan kelainan jantung grade I dan II tidak perlu dirawat di rumah sakit, cukup
istirahat baring dirumah (membatasi kegiatan), diet rendah garam, digitalisasi oral dan kontrol
dibagian rawat jalan PDL. Kehamilannya dapat diteruskan sampai aterm. Persalinan
direncanakan pervaginam. Seksio sesar atas indikasi obstetrik.
Hamil dengan kelainan jantung grade III dan IV dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tirah baring total / posisi setengah duduk
2. Oksigen 2-5 liter / menit
3. Pemberian cairan infus dibatasi + 1500 ml perhari
4. Diet rendah garam ML /TKTP
5. Digitalisasi
6. Diuretika
7. Penisillin durasi long acting,
Pada kehamilan triwulan I dan II dapat dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan.
Rencana persalinan pervaginam, kala II dipercepat dengan tindakan, dan pasien tidak
dibolehkan hamil lagi (tubektomi).
KOMPLIKASI
Death conceptus, abortus, prematuritas, gawat janin dan lahir mati atau APGAR skor rendah.
Kematian maternal tinggi.
X. TINDAK LANJUT : Pindah rawat kebagian PDL (kerjasama multidisipliner)
XI. PROGNOSIS : Dubia.
42
B. STANDAR PELAYANAN PROFESI GINEKOLOGI
MOLA HIDATIDOSA DENGAN KRISIS TIROID
II. KUMPULAN GEJALA
Amenore, mual dan muntah, pembesaran perut lebih cepat usia gestasi, gerakan janin (-), debar
jantung cepat, gelisah, keringat, gugup, nafas sesak/lemas.
III. BATASAN
Gejala kehamilan molahidatidosa disertai gejala krisis tiroid
VI. ETIOLOGI
Tidak diketahui dengan pasti.
V. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar HCG sering diikuti peningkatan kadar TSH yang menyebabkan produksi T3 –
T4 meningkat pesat sehingga menimbulkan gejala.
VI. BENTUK KLINIS : Molahidatidosa dengan krisis tiroid
VII. DIAGNOSIS
Amenore, mual, muntah, perut lebih cepat membesar, gerakan janin ( - ), ballotement ( - ),
gelisah, tremor, nadi > 120 x/menit, kulit lembab, index Wyne tinggi, portio seperti pantat jambul
bol, Acosta ( + ), kadar HCG urin tinggi, T3 – T4 meningkat, kelainan EKG, indikasi rawat
molahidatidosa.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medik bertujuan untuk melindungi jantung, menekan produksi HCG dengan
evakuasi mola hidatidosa setelah mengatasi krisis tiroid, mencegah perdarahan.
1. Pasang infus, catat intake output
2. Beri oksigen
3. Persiapan darah, uterotonika dan antibiotika
4. Propiltiourasil
5. Beta blocker (propanolol)
6. Sedatif
7. Diet ML / TKTP
8. Periksa kadar HCG dan T3 – T4
9. Evakuasi jaringan molahidatidosa
10. Kuret mola II / histerektomi
Indikasi pulang jika kadar / titer HCG urin sudah negatif 3 x berturut-turut
IX. KOMPLIKASI
Penyakit trofoblas ganas, dekompensasi kordis, kematian.
X. TINDAK LANJUT
Kontrol dibagian rawat jalan ginekologi selama dua tahun, dan tidak boleh hamil selama masa
tersebut.
43
ABORTUS INFEKSIOSA
II. KUMPULAN GEJALA
Terlambat haid / amenore, sakit perut rasa mules diikuti perdarahan / keluarnya hasil konsepsi /
ada usaha tertentu untuk mengeluarkannya, diikuti demam tinggi karena infeksi.
III. BATASAN
Keluarnya hasil konsepsi sebelum kehamilan 20 minggu secara spontan/ usaha tertentu diikuti
oleh infeksi genital.
IV. ETIOLOGI
Trauma, obat-obat tertentu, jamu, kelainan endokrin, metabolic, darah, kemudian diikuti infeksi
kuman-kuman patogen intragenital.
V. DIAGNOSIS
Terlambat haid/amenore, sakit perut mules, keluar darah atau konsepsi dari vagina. Demam
tinggi, nadi cepat, anemi ringan / sedang, portio livide, OUE terbuka, jaringan ( + ), uterus
membesar, lochia bau busuk ( + ), lekositosis.
Indikasi rawat abortus infeksiosa.
VI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medik bertujuan untuk memperbaiki KU pasien, mengatasi infeksi dan anemi,
dilanjutkan dengan kuretase.
1) Pasang infus, hitung tambahan kebutuhan cairan karena kenaikan suhu tubuh, catat intake
dan output.
2) Periksa laboratorium lengkap (darah, kultur lochia, uni kepekaan)
3) Atasi anemi dengan transfusi darah segar
4) Antibiotika adekuat
5) Kuretase setelah pemberian antibiotika adekuat setelah 3 hari ; jaringan hasil
kuretase di PA kan
Indikasi pulang setelah KU baik, tanda-tanda infeksi (-)
VII. KOMPLIKASI : Sepsis, endometriosis, PID
VIII.TINDAK LANJUT : Kontrol dibagian rawat jalan ginekologi
IX. PROGNOSIS : BAIK
44
TUMOR GANAS SERVIKS DENGAN PERDARAHAN
II. KUMPULAN GEJALA
Perdarahan tidak teratur, dari serviks disertai keputihan berbau busuk dan riwayat perdarahan
setelah koitus dan anemi, KU jelek. Massa tumor biasanya sudah mengenai vagina, parametrium,
cavum Douglasi / rectum.
III. BATASAN : Tumor ganas serviks dengan perdarahan
IV. ETIOLOGI : ??
V. PATOFISIOLOGI : ??
VI. DIAGNOSIS
Perdarahan tak teratur pervaginam disertai keputihan berbau busuk. Riwayat perdarahan
postkoitus, anemi sedang/berat.
Inspekulo terlihat massa tumor sudah mengenai vagina 1/3 distal. Periksa dalam teraba massa
tumor berdungkul-dungkul, keras dan mudah berdarah. Rektal toucher didapat free space cancer
0%. Indikasi rawat keadaan umum jelek.
VII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medik bertujuan untuk memperbaiki KU dan palliatif untuk tumor.
1. Pasang infus
2. Tranfusi darah
3. Perdarahan aktif dilakukan pemasangan tampon dan diberi hemostatika.
4. Antibiotika dan roborantia
5. Diet TKTP
6. Periksa lengkap darah, urin, faal hati dan ginjal, foto toraks, BNO dan IVP
7. Sedatif dan analgetika
8. Radiasi dan atau sitostatika
9. Motivasi penderita bahwa kemungkinan sembuh tidak sebanding dengan mahalnya biaya
pengobatan.
Indikasi pulang atas permintaan pasien.
VIII.KOMPLIKASI
Metastase ke organ vital ( paru-paru, hepar, ginjal)
IX. TINDAK LANJUT
X. PROGNOSIS : DUBIA
45
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
II. BATASAN
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana terdapat muntah-muntah yang berlebihan pada
wanita hamil , lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari dan mengganggu kesehatan penderita.
III. ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti, hanya dikemukakan beberapa faktor predisposisi.
Faktor predisposisi :
1. Primigravida, molahidatidosa kehamilan ganda. Disini dianggap faktor hormon memegang
peranan. Pada keadaan ini kadar HCG dibentuk berlebihan.
2. Faktor organic, karena masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolic.
3. Faktor psikologik
4. Faktor endokrin lainnya seperti hipertiroid, diabetes dan lain-lain.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada penderita yang muntah terus menerus cadangan karbohidrat dan lemak dipakai untuk
keperluan energi. Oksidasi lemak yang tak sempurna menyebabkan timbulnya ketosis. Penderita
jatuh dalam keadaan dehidrasi dan timbul gangguan keseimbangan elektrolit (kalium, natrium,
dan klorida menurun). Dehidrasi menimbulkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan menurun dan timbul hipoksia jaringan serta menyebabkan tertimbunnya zat-zat
metabolic yang toksik.
V. GAMBARAN KLINIK
Kriteria diagnosis
1. Muntah-muntah yang sering sekali
2. Perasaan tenggorokan kering dan haus
3. Kulit dapat menjadi kering (tanda dehidrasi)
4. Berat badan menurun dengan cepat
5. Pada keadaan yang lebih berat timbul ikterus, dan gangguan syaraf
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
1. Darah rutin
2. Urine rutin (aseton urine)
3. Kimia darah :
a. Uji fungsi hati
b. Uji fungsi ginjal
c. Elektrolit
VII. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Pemeriksaan foto sinar-X pada umumnya tidak diperlukan
2. Pemeriksaan ultra sonografi untuk evaluasi kehamilannya
VIII. PEMBAGIAN SECARA KLINIK
1. Tingkat 1 (hiperemesis gravidarum ringan)
Muntah terus menerus, lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun, nyeri
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Turgor kulit mengurang, lidah mongering dan mata cekung.
2. Tingkat II (hiperemesis gravidarum sedang)
a.Lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang lagi, lidah kering dan kotor, nadi
kecil dan cepat, suhu badan meningkat sedikit, sub ikterik. Berat badan menurun,
tekanan darah menurun, mata cekung. Terjadi hemokonsentrasi, oliguria dan
konstipasi.
b.Tercium bau aseton dalam pernafasan dan didapatkan dalam urin.
3. Tingkat III (hiperemesis gravidarum berat)
46
Keadaan umum jelek , kesadaran menurun sampai dengan koma,. Muntah-muntah
berhenti, nadi menjadi lebih kecil dan cepat, suhu meningkat dan tekanan darah lebih
menurun.
IX. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis
1. Muntah-muntah yang sering sekali
2. Perasaan tenggorokan kering dan haus
3. Kulit dapat menjadi kering (tanda dehidrasi)
4. Berat badan menurun dengan cepat
5. Pada keadaan yang lebih berat timbul ikterus dan gangguan syaraf
Laboratorium
1. Darah rutin untuk Tk. II
2. Urine rutin (Asetonuria) dan Tk. III
3. Kimia darah : LFT, RFT, Elektrolit darah
USG : untuk evaluasi kehamilan
X. PENGOBATAN
Pencegahan :
1) Memberikan informasi dan edukasi
Perawatan di rumah sakit
Penderita hiperemesis gravidarum sebaiknya dirawat di rumah sakit (terutama tingkat II dan
III).
1. Isolasi, untuk menenangkan penderita
2. Puasa, sampai muntah berkurang (minimal 24 jam)
3. Terapi psikologik
4. Cairan parenteral : dekstrose 5-10 %, dan NaCl 0,9 % sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam.
5. Ukur produksi urine dan jumlah muntahan, tentukan balans cairan.
6. Obat-obatan sementara diberikan perinjeksi
1. Penenang : Luminal 100 mg i.m atau
klorpromazin 25 mg i.m atau
diazepam 10 mg
2. Vitamin : Vitamin B komplek ( B1 & B6)
Vitamin C
Selanjutnya dapat diteruskan peroral dalam dosis yang lebih kecil
7. Penghentian kehamilan oleh karena kegagalan terapi hendaklah dipertimbang-kan dengan
masak.
XI. KOMPLIKASI
1) Dehidrasi
2) Gangguan fungsi hati
3) Ensefalopati Werniche
XII. TINDAK LANJUT
Rawat di rumah sakit untuk Tk. II dan Tk. III
1) Konsultasi ke rumah sakit jiwa
2) Pemeriksaan kimia darah
3) Pemeriksaan Aseton
XIII. PROGNOSIS: Dubia ad bonam
47
ABORTUS
II. BATASAN :
Abortus ialah ancaman berakhirnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat anak kurang dari 500 gram.
III. ETIOLOGI
1. Ovum patologik (blighted ovum)
2. Kelinan kromosom (60%), misalnya monosemia dan trisomia
3. Kelainan pada sel telur dan sperma. Sel telur maupun sperma yang mengalami “aging process”
sebelum fertilisasi akan meningkatkan insiden abortus.
4. Kondisi rahim yang tidak optimal.
Gangguan kontrol hormonal dan faktor-faktor endokrin lainnya yang berhubungan dengan
persiapan uterus dalam menghadapi proses implantasi dan penyediaan nutrisi janin.
5. Penyakit ibu, seperti : penyakit kronik (diabetes melitus, hipertensi, penyakit hati) dan
penyakit infeksi dengan demam tinggi, infeksi TORCH dan sifilis.
6. Malnutrisi.
7. Inkompatibilitas rhesus.
8. Kelainan organ reproduksi.
9. Trauma fisik dan psikis.
10. Laparotomi (makin dekat lokasi pembedahan ke organ pelvis, kemungkinan abortus akan
meningkat).
IV. PATOFISIOLOGI
Perubahan patologi dimulai dari perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis
dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh janin akan terlepas dari dinding
rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim sehingga merangsang kontraksi rahim
untuk terjadi ekspulsi. Bila ketuban pecah terlihat janin mengalami maserasi bercampur air
ketuban. Seringkali fetus tak tampak dan ini disebut “blighted ovum”.
V. BENTUK KLINIK
1. Abortus iminens
Ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih
tertutup dan hasil konsepsi masih dalam kandungan.
2. Abortus insipiens
Ialah abortus yang sedang berlangsung dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.
3. Abortus inkomplit
Ialah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, masih ada yang tertinggal.
4. Abortus komplet.
Ialah keadaan dimana seluruh konsepsi telah keluar dari kavum uteri.
5. “Missed abortion”
Ialah abortus dimana embrio atau janin telah meninggal dalam kandungan selama 8 minggu
atau lebih.
6. Abortus habitualis
Adalah keadaan terjadinya abortus spontan tiga kali berturut-turut atau lebih.
7. Abortus infeksiosa
Abortus yang disertai dengan infeksi organ genitalia.
8. Abortus septik
Abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksin ke peritoneum dan peredaran
darah.
VI. DIAGNOSIS
1. Kriteria Diagnosis
- Ada riwayat terlambat haid atau amenore yang kurang dari 20 minggu
- Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.
- Rasa sakit atau kram perut didaerah supra simfisis.
48
a. Abortus iminens
Ditegakan atas dasar adanya perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai dengan
perasaan mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai dengan usia
kehamilan, serviks belum membuka. Dan tes kehamilan positif.
b. Abortus insipiens
Didapatkan perdarahan melalui ostium uteri eksternum agak banyak, rasa mules biasanya
lebih sering dan kuat, didapatkan dilatasi dari serviks uteri dan hasil konsepsi masih
dalam uterus.
c. Abortus inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah keluar, kanalis servikalis terbuka dan jaringan sudah dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali sampai dapat
menimbulkan syok dan perdarahan ini tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi
dikeluarkan.
d. Abortus komplit
Semua hasil konsepsi telah keluar dan diagnosis dipermudah apabila hasil konsepsi dapat
diperiksa dan dapat dinyatakan semuanya sudah keluar dengan lengkap.
e. Missed abortion
Biasanya tidak dapat ditentukan dengan satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan
waktu untuk pengamatan dan penilaian tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan
mengecilnya uterus. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus iminens
yang kemudian menghjlang secara spontan atau setelah pengobatan, Hasil konsepsi
tertinggal dalam rahim lebih dari 8 minggu atau biasanya tes kehamilan negatif.
f. Abortus infeksiosa
Abortus yang disertai dengan infeksi pada organ-organ genitalia. Didapatkan febris, nyeri
adneksa dan fluor yang berbau.
g. Abortus septik
Abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksin ke peritoneum dan
peredaran darah. Didapatkan tanda-tanda sepsis pada umumnya dan tidak jarang disertai
dengan syok.
2. LABORATORIUM
Tes kehamilan, laboratorium rutin dan khusus seperti COT. Pemeriksaan kadar fibrinogen
pada missed abortion.
3. RADIOLOGI
Pemeriksaan USG dan Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup dan
menentukan prognosisnya.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Abortus iminens
a. Tirah baring
Merupakan unsure penting dalam pengobatan karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
b. Sedativa ringan : Fenobarbital 3 X 30 mg sehari, dapat diberikan untuk
menenangkan penderita.
c. Tokolitik seperti isoksuprine 3 X 10 mg.
d. Hormonal : preparat progesterone
2. Abortus insipiens
a. Perbaiki keadaan umum
b. Kuretase, atau tetes pitosin bila usia kehamilan lebih dari 12 minggu dan kemudian
dilanjutkan dengan kuretase.
c. Uterotonika
d. Antibiotika : derivat penisilin
3. Abortus inkomplit
a. Sama dengan terapi abortus insipiens
49
4. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya saja apabila penderita anemis perlu diberikan
sulphas ferosus atau roborantia.
5. “Missed abortion”
a. Periksa petal hemostasis (sekurangnya CT dan BT)
b. Kehamilan dibawah 12 minggu : kuretase (sebelumnya pasang laminaria 12 jam)
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan terlebih dahulu oestradiol benzoas 2 X 20
mg i.m selama 3 hari berturut-turut dan dipasang laminaria 12 jam sebelum dilakukan
tetes pitosin.
6. Abortus infeksiosa
a. Perbaiki keadaan umum
b. Antibiotika dosis tinggi : Ampicillin 3 X 1 g
Gentamisin 2 X 80 mg
c. Antipiretik L xylo-della 2 ml
d. Kuretase setelah 12 – 24 jam kemudian, kecuali bila perdarahan banyak kuretase segera
dilakukan.
e. Anti tetanus toksoid 1500 u
f. Bila terjadi tetanus, kerjasama dengan bagian THT
7. Abortus septik
a. Rawat ICU
b. Terapi sama dengan abortus infeksiosa, hanya antibiotika spectrum luas dan dosis lebih
tinggi. Ditambahkan metronidazole 500 mg melalui infus. Antibiotika nantinya disesuaikan
dengan tes kepekaaan.
c. Deksametason 40 – 60 mg i.m diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama minimal 2
hari.
d. Bila setelah pemberian antibiotika (24 jam) dan kuretase keadaan umum tidak ada
perbaikan, dipertimbangkan untuk melakukan histerektomi dan SOB.
e. Histerektomi juga dipertimbangkan bila :
1) Besar uterus lebih dari 16 minggu
2) Ada infeksi dengan kuman C. welchii
3) Dipakai zat korosif untuk abortus
4) Ada perforasi uterus
8. Abortus buatan
Hanya dilakukan atas indikasi medis serta harus dilibatkan sedikitnya 3 dokter,
yaitu : - Dokter ahli yang bersangkutan
- Dokter ahli kebidanan dan kandungan
- Direktur Rumah Sakit Umum
VIII. PENYULIT
1. Anemia
2. Infeksi
3. Perforasi
IX. PROGNOSIS
50
KEHAMILAN EKTOPIK
I. NAMA PENYAKIT : Kehamilan Ektopik
II. BATASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium kavum uteri (termasuk disini kehamilan servikal dan kehamilan kornual)
ETIOLOGI
1. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi yaitu sebagai akibat dari adanya :
a. Radang panggul (PID)
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor
d. Pasca tindakan bedah mikro pada tuba
e. Abortus
2. Kelainan hormonal
a. Induksi ovulasi
b. Fertilisasi in vitro
c. Ovulasi yang terlambat
d. Transmigrasi ovum
3. Penyebab yang masih diperdebatkan :
a. Endometriosis
b. Cacat bawaan
c. Kelainan kromosom
d. Kualitas sperma dan lain-lain
IV. PATOFISIOLOGI
Terjadinya kehamilan ektopik terutama sebagai akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba kerongga rahim, disamping itu juga sebagai akibat kelainan dari ovum itu
sendiri merupakan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik, sehingga pada saat nidasi
masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan karena tuba bukan merupakan
tempat untuk pertumbuhan konsepsi. Sebagian besar terganggu pada umur kehamilan 6 – 10
minggu dan dapat terjadi :
1. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorpsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba
4. Kehamilan abdominal sekunder
V. GAMBARAN KLINIK
Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kehamilan abdominal
2. Kehamilan ampula tuba
3. Kehamilan istmus tuba
4. Kehamilan interstitial tuba
5. Kehamilan ovarial tuba
6. Kehamilan intraligamenter
7. Kehamilan kornu
8. Kehamilan serviks
Terbanyak dijumpai kehamilan pada tuba, terutama pars ampularis dekstra
VI. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik dari kehamilan ektopik sangat beraneka ragam
a. Kehamilan ektopik yang belum terganggu
1) Dari anamnesis terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual,
muntah dan sebagainya.
2) Pada pemeriksaan ginekologik didapatkan uterus yang juga membesar, adanya
51
tumor di daerah adneksa .
3) Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenor, perdarahan vagina atau spoting dan
rasa sakit.
b. Kehamilan ektopik terganggu
Disamping gejala-gejala diatas didapatkan gejala-gejala akut abdomen akibat pecahnya
kehamilan ektopik, dan didapatkan kavum douglasi yang menonjol oleh karena terisi darah.
Didapatkan pula gangguan hemodinamik berupa keadaan hipovolemik sirkulasi akibat
perdarahan yang terjadi.
VII.GAMBARAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar hemoglobin dan lekosit (Vonstlany test), kadar hemoglobin turun dan
lekosit naik.
b. Tes kehamilan bila baru terganggu
c. Dilatasi-kuretase untuk pemeriksaan patologi anatomi
2. Pemeriksaan Kuldosentesis
a. Untuk mengetahui adanya darah kehitaman dengan bekuan-bekuan kecil dalam kavum
Douglas.
3. Pemeriksaan Laparoskopi
a. Pada pemeriksaan laparoskopi adanya KE/KET, infeksi pelvic, kista ovarium segera dapat
dibedakan dengan jelas.
VIII. GAMBARAN RADIOLOGI
Pemeriksaan USG : terlihat adanya kantong gestasi di luar kavum uteri dan / deteksi genangan
cairan di kavum Douglas pada KET.
IX. DIAGNOSIS BANDING
1. Metrorargia karena kelainan ginekologi atau organic lainnya.
2. Radang panggul
3. Neoplasma ovarium (putaran tangkai, pecah, terinfeksi) dengan atau tanpa kehamilan muda.
4. Apendisitis
5. Abortus iminens
X. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum
1. Perbaikan keadaan umum dengan memberikan transfusi darah dan pemberian
cairan untuk koreksi terhadap anemia dan hipovolemianya.
2. Laparotomi segera, setelah diagnosis ditegakkan
a. Kehamilan tuba dilakukan salpingektomi
b. Kehamilan kornu dilakukan salpingooforektomi dan :
1) histerektomi bila telah berumur > 35 tahun
2) fundektomi bila masih muda, untuk kemungkinan masih bisa haid
3) incisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi
c. Kehamilan abdominal
1) bila mudah kantong dplasenta diangkat
2) bila besar atau sulit (kehamilan abdominal lanjut), anak dilahirkan dan tali pusat
dipotong dekat pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan yang diangkat waktu
operasi
XI. PENYULIT / KOMPLIKASI
Syok yang irreversible, perlengketan dan obstruksi usus
XII. PROGNOSIS
52
MOLA HIDATIDOSA
I. NAMA PENYAKIT : Mola Hidatidosa
II. KUMPULAN GEJALA :
1. Pendarahan pervaginam yang biasanya mulai kehamilan 8 minggu dan berwarna
merah segar.
2. Mual dan muntah yang lebih hebat bila dibandingkan dengan kehamilan biasa.
3. Febris mungkin ditemukan walaupun tidak terdapat infeksi.
4. Pembesaran uterus melebihi ukuran kehamilan yang semestinya.
III. BATASAN
Mola hidaktidosa adalah keadaan patologi dari khorion dengan sifat :
1. Degenerasi kistik villi dan perubahan hidrofik
2. Berkurang / hilangnya pembuluh darah pada villi
3. Proliferasi trofoblas
IV. ETIOLOGI
Penyebab mola hidaktidosa tidak diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan adalah :
1. Ovum yang memang fatologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan karena mekanisme
immunoselektif dari trofoblas
2. Keadaan sosio ekonomi yang rendah
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus dan faktor kromosom belum jelas
V. PATOFISIOLOGI
Ovum yang sudah patologik mati dan terlambat dikeluarkan daru kavum uteri. Keterlambatan
pengeluaran ini disebabkan oleh mekanisme immunoselektif darii trofoblas. Dengan kematian
tersebut pembuluh darah di stroma villus menjadi jarang, stroma sendiri menjadi sembab, dan
akhirnya terjadi hiperplasia sel-sel trofoblas.
VI. BENTUK KLINIK
1. Molahidatidosa komplit
2. Molahidatidosa partial
3. Molahidatidosa infasive
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a) Adanya tanda-tanda kehamilan muda disertai dengan perdarahan dikeluarkannya
gelembung mola dan biasanya berulang.
b) Tidak dirasakannya tanda-tanda gerakan anak.
c) Keluhan subyektif / obyektif pada keahamilan muda yang lebih hebat
seperti hiperemesis, tanda-tanda toksemia pada trimester I - II.
2. Pemeriksaan fisik
a) Umumnya uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b) Ballotemen negatif.
c) Denyut jantung janin negatif.
d) Didapatkan kista lutein (dapat bilateral ).
3. Gambaran Laboratorium
a) Pemeriksaan HCG urin atau serum ( tera radio imunologik ).
b) T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
4. Ultrasonografi didapat gambaran seperti badai salju.
5. Uji Sonde.
a) Uji sonde menurut Hanifa, sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar
360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat.
53
b) Uji Acosta-Sison dilanjutkan dengan biopsi.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya ada 2 hal :
1. Evakuasi mola hidatidosa
Pada mola hidatidosa yang belum mengalami abortus, dilakukan pergaikan keadaan
umum terhadap dehidrasi, anemia hipertiroid yang mungkin ada terlebih dahulu.
Evakuasi dilakukan dengan kuret hisap dan dilanhutkan dengan kuret tumpul dan Infus
oksitosin intra vena diberikan pada saat evakuasi dimulai.
Bila kanalis servikalis belum terbuka di pasang laminarila dan 12 jam kemudian dilakukan
kuretase. Kuretase ke 2dilakukan 7-10 hari kemudian sesuai dengan kondisi atau tandatanda
infeksi dan lain-lain. Kuretase ke 2 dengan memakai kuret tajam.
2. Pengamatan lanjut
Histrektomi dikerjakan pada penderita yang usia sudah cukup dan jumlah anak cukup
(usia diatas 40 tahun, usia 35 tahun dengan 2 anak ).
IX. KOMPLIKASI
1. Karena penyakitnya sendiri
a) Perdarahan hebat
b) Krisis tiroid
c) Infeksi
d) Perforasi uterus ( mola destruens )
e) Keganasan ( khoria karsinoma )
f) Emboli trofoblas
2. Karena tindakan
a) Perforasi uterus.
X. TINDAK LANJUT
Sesudah evaluasi mola dilakukan pengamatan lanjut baik klinis, laboratorium dan
radiologis.
1. Klinis : H Historis
B Bleeding
E Enlargment
S Soft
2. Laboratorium
Pengamatan lanjut dari kadar hCG setiap minggu sampai kadar menjadi negatif
selama 3 minggu berturut-turut, selanjutnya 3 bulan pertama setiap 2 mminggu,
6 bulan berikutnya setiap bulan dan sampai 2 tahun setiap tiga bulan.
3. Radiologis : Foto toraks
XI. PROGNOSIS : Dubia
54
PENYAKIT RADANG PANGGUL
I. NAMA PENYAKIT : Penyakit radang panggul
II. KUMPULAN GEJALA :
1. Anamnesis
a) Panas tinggi, sakit kepala, malaise.
b) Nyeri perut bagian bawah dan darah pelvik ; vaginal discharge “ sering yang purulenta.
c) Sering terjadi pada pemakai AKDR dan setelah haid.
d) Pada bentuk yang kronis, didapatkan adanya riwayat radang panggul, infeksi post partum
ataupun post abortiun sebelumnya. Adanya dispareuni dan infertilitas.
2. Pemeriksaan fisik
a) Nyeri tekan perut bagain bawah, disertai nyeri goyang genitalia interna ( unilateral
/ bilateral ) , daerah adneksa teraba kaku dan didapatkan massa dengan fluktuasi.
b) Pada bentuk yang kronis, didapatkan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi ( subfebris
) , didapatkan nyeri goyang genitalia interna yang ringan, didapatkan massa pada daerah
adneksa teraba kaku. Mungkin juga ditemukan massa dengan batas yang tidak tegas.
III. BATASAN
Penyakit radang panggul adalah keadaan terjadinya infeksi ada genitalia interna yang
disebaabkan oleh berbagai mikroorganisme uang dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium,
parametrium dan peritoneum pelvik.
IV. ETIOLOGI
1. Mikroorganisme oksigen ( ditularkan melalui hubungan seksual ) : Neisseria gonore (
terbanyak ), klamidia trakomatis, mikoplasma hominis, ureaplasma.
2. Mikro organisme endogen ( berasal dari vagina ) : mikro organisme aerob yaitu,
streptokokus, stafilokokus, hemofilus, E.koli dan mikro organisme anaeorob yaitu ,
bakteriooides, klosridium, aktinomises.
3. Infeksi dengan kuman tuberkulosis.
4. Infeksi dengan kuman dari saluran pencernaan.
V. PATOFISIOLOGI
Radang panggul ini dapat terjadi melalui :
1. Penjalaran ke atas ( tersering ) dari infeksi yang terjadinya terdapat pada organ
genitalia eksterna. Naiknya infeksi ini dipermudah pada keadaan :
a) Pascaabortus atau partus
b) Pascatindakan ginekologis ( kuret )
c) Pemakaian AKDR
d) Setelah haid
2. Penjalaran perkontiniutatum, sebagai penjalaran dari infeksi saluran percernaan seperti
apendisitis, E. Koli dan streptokokus fekalis.
3. Penjalaran secara hematogen, seperti pada kuman tuberkulosis
VI. BENTUK KLINIK
1. Penyakit radang panggul akut
2. Penyakit radang panggul kronik ( rekuren )
VII. DIAGNOSIS
1. Penyakit radang panggul akut
Kriteria diagnosis
a. Anamnesis
1) Badan panas tinggi, sakit kepala, malaise
55
2) Nyeri perut bagian bawah dan daerah pelvik ; “Vaginal discharge” sering yang
purulenta.
3) Sering terjadi pada pemakaian AKDR dan setelah haid
b. Pemeriksaan fisik
1) Nyeri tekan perut bagaian bawah
2) Nyeri tekan dan nyeri goyang genitalia internal ( unilateral / bilateral ) dan bisa juga
unilateral.
3) Daerah adneksa teraba kaku
4) Dapat teraba massa denga fluktuasi
Penyakit radang panggul akut ini didiagnosis deferensial dengan :
1. Apendisitis akut
2. Abortus septik
3. Tumor ovarium terinfeksi
2. Penyakit radang panggul kronik
Kriteria diagnosis
a. Anamnesis
1) Adanya riwayat radang panggul, infeksi postpartum, ataupun postabortum
sebelumnya.
2) Dispareuni
3) Infertilitas
b. Pemeriksaan fisik
1) Suhu tubuh subfebris
2) Nyeri goyang genitalia internal (lebih ringan dari yang akut )
3) Dapat teraba massa pada daerah adneksa ataupun parametrium terdapat penebalan
dan kaku didaerah adneksa. Mungkin pul teraba massa dengan batas tidak tegas.
Penyakit radang panggul yang kronis ini didiagnosis deferensial dengan :
1) Kehamilan ektopik terganggu
2) Endometriosis
3) Apendisitis kronis
VIII. GAMBARAN LABORATORIUM
Dari pemeriksaan darah rutin, didapatkan :
1. Lekositosis dapat terjadi bila infeksinya aktif
2. Laju endap darah yang meningkat
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan ialah USG dan Foto
polos abdomen.
Indikasi perawatan ialah jika :
1. Keadaan umum yang kurang baik ( tampak sakit berat )
2. Suhu tubuh lebih dari 39 derajat celcius ( aksiler )
3. Nyeri abdomen yang hebat.
IX. PENATA LAKSANAAN
1. Penyakit radang panggul akut
a. Rawat jalan :
1) Keadaan umum baik dan suhu kurang atau sama dengan 3 derajat celcius.
2) Pemberian antibiotika spektrum luas ( kombinasi ).
a) Thiamphenikol 750 mg i.v 3 kali sehari selama 3 hari dilanjutkan
500 mg 4 kali sehari 7 hari.
b) Doxycyclinum 200 - 400 mg / hari, dilanjutkan 100 - 200 mg / hari
selama 7 hari.
c) Ampisilina 500 mg p. o empat kali sehari selama 10 hari.
d) Metronidazole 500 mg p.o tiga kali sehari selama hari terutama untuk
kuman anaerob.
e) Sefalosporin 2 gram i.v selama lima hari.
f) Amoksilina 3 gram p.o selama 5 hari
56
3) Analgetika
4) AKDR dilepas ( pada penderita dengan AKDR )
5) Tirah baring
2. Perawatan di Rumah Sakit yang memenuhi indikasi rawat.
a) Tira baring total
b) Pembatasan makanan peroral
c) Pemberian cairan intra vena untuk mencegah dehidrasi dan asidosis.
d) Antibiotika spektrum luas ( kombinasi ) dengan cara pemberian parenteral, tanpa
antipiretik.
e) Dipasang nasogastrik “ tube “ bila perut kembung atau didapatkan ileus.
f) Kolpotomi dan drainase melalui kavum douglasi, bila beris pus dan fluktuasi ( + ).
g) Laparotomi eksplorasi bila konsorvatif tidak menunjukan perbaikan ( kriteria
perawatan ).
h) Bila terjadi abses tuboovarial, dilakukan terapi konservatif selama 3 hari harapan massa
sakan mengecil kemudian laparotomi.
i) Pemantauan atau evaluasi keadaan umum penderita secara :
1) Klinis
2) Laboratorik
3) Pemeriksaan USG
j) Setelah 3 hari bebas panas dan keadaan umum baik, penderita dapat berobat jalan.
2. Penyakit radang panggul kronik
a. Rawat jalan
1) Diatermi
2) Antibiotika
b. Perawatan Rumah Sakit
Perawatan dilakukan bila diperlukan pembedahan karena terapi konserfatif gagal. Dalam
hal ini dilakukan tindakan laparotomi eksploratif.
X. KOMPLIKASI
Penyakit radang panggul akut dapat menyebabkan syok septik. Sedangkan bentuk yang kronik
dapat menimbulkan komplikasi :
1. Nyeri pelvik kronik
2. Infertilitas
XI. PROGNOSIS
1. Untuk fertilitas : dubia
2. Untuk kematian : baik
57
PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)
I. NAMA PENYAKIT : Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
II. BATASAN
Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnomal dari uterus ( jumlah, frekuensi,
lamanya ) yang terjadi didalam maupun diluar siklus haid, tanpa adanya kelainan organik dam
merupakan gejala klisis yang semat-mata karena suatu gangguan fungsional mekanisme keja
poros hipotalamus - hipofisis - ovarium.
III. ETIOLOGI
Gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus - hipofisis - ovarium. Keadaan ini
sering didapatkan pada :
Immaturitas dari poros hipotalamus - hipofisis - ovarium, seperti pada masa akil baliq.
⇒ Anovulasi yang terlambat ( pada masa peri menopause )
⇒ Obesitas
⇒ Sindroma polikistik ovarii
IV. FATOFISIOLOGI
1. PUD pada siklus ovulatorik
a) Perdarahan pada pertengahan siklus, oleh karena rendahnya kadar estrogen.
b) Perdarahan akibat gangguan pelepadan endometrium., oleh karena adanya korpus luteum
persisten.
c) Perdarahan bercak pharaid dan pascahaid, oleh karena insufisiensi korpus luteum dan
rendahnya kadar estrogen.
2. PUD pada siklus anovulatorik (terbanyak) tiadanya ovulasi oleh karena tidak terbentuk
korpus luteum, jadi terdapat defesiensi progesteon dan kelebihan estrogen. Diduga adanya
gangguan regulasi sentral akibat adanya faktor psikis (sering dijumpai pada masa repreduksi
dan peri menopause).
3. PUD pada keadaan folikel pesisten, endometrium secara menetap dipengaruhi estrogen
sehingga terjadi hiperplasia baik adenomatosa maupun atipik. Jenis ini sering , menjadi
pembakal keganasan endometrium.
X. GAMBARAN KLINIK
1. Kriteria diagnosis
a) Terjadinya perdarahan yang tidak normal, yang terjadi baik didalam maupun diluar
siklus haid.
b) Tidak ditemukan kelainan organik maupun hematologik.
c) Hanya ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus hipofisis ovarium dan organ
(endometrium).
d) Usia terjadinya : perimenars (8 - 16 tahun)
masa reproduksi ( 16 - 35 tahun )
masa perimenopause ( 45 - 65 tahun )
2. Diagnosis diferensial
a) Pemeriksaan hematologi
b) Kelainan hematologi
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan hematologi
2. Pemeriksaan hormon reproduksi :
FSH ,LH,prolaktin,E2 dan progesteron,prostaglandin F2 (bila ada fasilitas)
3. Biopis / D&K bila tidak ada kontra indikasi.
58
VII. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Pemeriksaan USG untuk menyingkirkan kelainan organik
2. Pemeriksaan foto sinar -X tidak diperlukan.
VIII.PEMBAGIAN SECARA KLINIS
1. PUD pada siklus ovulatorik
2. PUD pada siklus onovulatorik
3. PUD pada keadaan folikel persisten
IX. PENGOBATAN
1. HORMONAL
a. PUD siklus ovulasi
1) Perdarahan pertengahan siklus
Estrogen 0,625-1,25 mg (premarin) hari ke 10-15 siklus (5 hari)
2) Perdarahaan bercak prahaid progesteron 5-10 mg hari ke 17-26 siklus
3) Perdarahan pasca haid Estrogen 0,625-1,25 mg hari ke2-7 siklus (5hari)
4) Polimenorea
Progesteron 10 mg hari ke 18 - 25 siklus
b. PUD siklus anovulasi
1) Menghentikan perdarahan
Pil KB kombinasi 3x1 selama 7 hari, dilanjutkan 1x1 selama 21 hari Progesteron 10-20
mg selama 7-10 hari.
2) Mengatur siklus setelah pendarahan berhenti :
Pil KB kombinasi 1x1 selama 3 siklus ( E+P ) diharapkan setelah 3 bulan akan terjadi
siklus ovulasi.
3) Pengobatan sesuai kelainan
Anovulasi -----------------------> stimulasi klomifen
Hiperprolaktinemia ------------> bromokriptin
Polikistik ovarii -----------------> kortikosteroid dilanjutkan stimulasi klomifen.
c. PUD pada folikel persisten
1) Dilatasi dan kuretase merupakan pilihan.
2) Histerektomi, atas indikasi kegagalan kuretase terapetik dan keganasan.
3) Progesteron (DMPA), dapat menghentikan proses terjadinya hiperplasia.
d.PUD berat
1) Menghentikan perdarahan
Estrogen konjugasi dosis tinggi (Premarin) 25 mg intravena, dapat diulang tiap 3-4 jam
maksimal 4 kali pemberian dan bila gagal evaluasi ulang (periksa sebab lainnya).
2) Progesteron 100 mg i . m (DMPA)
3) Mengatur siklus haid setelah perdarahan berhenti Pil KB kombinasi 1x1
selama 3 siklus.
2. Operatif :
a. Dilatasi dan Kuretase
1) Sudah menikah
2) “ Live saving “ untuk yang belum menikah.
b. Histirektomi
1) Atas indikasi kegagalan kuretase terapetik maupun keganasan.
3. Pengobatan lain
a. Senyawa antifbrinolitik
1) Asam traneksamat ( Transamin ) 4 mg perhari dalam 4 kali pemberian.
b. Senyawa anti prostaglandin
1) Asam mefenamat 3x500 mg 5-7 hari.
X. PENYULIT
1. Anemia berat
59
2. Perforasi sebagai komplikasi tindakan kuretase.
TRANSLOKASI AKDR
I. NAMA PENYAKIT : Translokasi AKDR
II. BATASAN
Translokasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah suatu keadaan dimana AKDR berada
diluar kavum uteri pada akseptor AKDR.
III. ETIOLOGI
1. Iatrogenik
2. Spontan
IV. PATOFISIOLOGI
1. Iatrogenik
Terjadinya translokasi AKDR, biasanya didahului oleh adanya perforasi uterus. Keadaan ini
sering terjadi pada waktu insersi AKDR yang kurang hati-hati, terutama insersi AKDR
dengan cara mendorong aplikator atau pada insersi yang sulit, atau karena adanya lokus
minoris pada dinding uterus / ukuran kavum uteri <4 Cm. Keadaan ini dapat pula terjadi
pada waktu usaha pengeluaran yang sulit.
2. Spontan
Walaupun jarang terjadi, AKDR pada pemakainya yang lama dapat tertanam ke dalam
mukosa endometrium atau bahkan lebih dalam lagi, baik sebagian atau seluruhnya dan
pada akhirnya menimbulkan perforasi.
V. GAMBARAN KLINIK
Pada translokasi AKDR sebagian besar tidak menimbulkan gejala. Kadang-kadang didapatkan
sakit perut (daerah pelvik ) mendadak bahkan disertai sinkope pada waktu insersi.
Kriteria diagnosis
1. Tidak dijumpainya benang AKDR pada pemeriksaan dalam pada inspeculo pada saat
kontrol.
2. Tidak terabanya AKDR pada pemeriksaan sonde kavum uteri pada saat kontrol.
Diferensial diagnosis
1. AKDR intra uterin / ekstra uterin
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium.
VII. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Ultra sonografi
2. Histeroskopi
3. Foto pelvis AP/ LAT dengan marker / sonde
VIII. PEMBAGIAN SECARA KLINIS
Translokasi : - partial
- total
IX. PENGOBATAN
Translokasi AKDR pada dasarnya harus dikeluarkan terlebih lagi pada pemakaian AKDR
tembaga karena sering terjadi perlekatan dengan uterus.
Pengeluaran AKDR dilakukan dengan :
1. Laparoskopi
2. Minilaparotomi
3. Laparotomi
60
X. PENYULIT
1. Obstruksi / perforasi usus
2. Perlekatan dengan organ sekitarnya
MIOMA UTERI
I. NAMA PENYAKIT : Mioma uteri
II. BATASAN
Mioma uteri adalah suatu neoplasma jinak yang berasal dari lapisan miometrium uterus, dengan
sifat :
1. Konsistensi padat kenyal
2. Berbatas jelas
3. Berdungkul-dungkul
4. Tidak nyeri
5. Bisa soliter atau multiple
III. ETIOLOGI
Teori stimulasi estrogen sebagai faktor etiologi mengingat :
1. Mioma uteri seringkali tumbuh lebih cepat pada masa hamil.
2. Mioma uteri ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche.
3. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause.
4. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersamaan dengan mioma uteri.
IV. PATOFISIOLOGI
Berasal dari totipotential primitive cells atau immature mescle cell nest dalam miometrium, yang
berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon estrogen, sehingga terbentuk tumor
yang terdiri dari jaringan otot, jaringan fibros dan banyak pembuluh darah. Tumor ini sering
ditemukan pada wanita reproduksi.
V. BENTUK KLINIK / PEMBAGIAN SECARA KLINIK
Berdasarkan posisi mioma terhadap lapisan-lapisan uterus, dapat dibagi dalam 3 jenis :
1. Mioma submukosa
Bila sebagai kecil atau besar memasuki vagina disebut miomgeburt.
2. Mioma intramural
3. Mioma Subserosa
Bila tumbuh diatara lapisan depan dan belakang ligamentum latum disebut mioma intra
ligamenter. Kadang-kadang tangkai dari mioma subserosa ini terputus dan mendapat
makanan dari jaringan yang ditempeli, disebut “parasitic myoma (wandering myom )”.
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran klinik
a) Anamnesis tentang riwayat penyakit
b) Pada palpasi abdomen didapatkan tumor didaerah atas simfisis atau abdomen bagian
bawah dengan konsistensi padat kenyal, berdungkul, tidak nyeri, berbatas jelas dan mobil
bila tidak ada perlekatan.
c) Pada pemeriksaan bimanual didapatkan tumor uang menyatu atau
berhubungan uterus.
d) Sondage uterus lebih besar.
2. Gambaran Laboratorium
61
a) Test kehamilan
b) Dilatasi dan kuretase bertingkat pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan keadaan patologi lain pada endometrium (hiperplasia abdomentrium atau
adenokarsinoma endometrium).
c) Pemeriksan patologi anatomi dari bahan operasi.
3. Gambaran radiologi
a) Pemeriksaan ultra sonografi
b) Radiologi BNO / IVP bila mioma uteri besar.
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor padat dari ovarium
2. Adenomiosis
3. Kelainan bawaan uterus
4. Tumor dari rongga pelvis yang bukan berasal dari organ genitalia.
5. Kehamilan
6. Miasarkoma
VII. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Bila uterus besarnya kurang atau sama dengan ukuran uterus pada kehamilan 12 minggu,
dan tanpa disertai penyulit lain.
2. Miomektomi
Bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknis memungkinkan.
3. Histerektomi
Bila fungsi reproduksi tidak diperlukan, didapatkan pertumbuhan tumor yang sangat cepat
dan bila terdapat perdarahan yang membahayakan penderita (tindakan hemostasis).
Pada wanita usia 35-39 tahun dikerjakan histerektomi dan unilateral salpingo ooforektomi,
sedangkan pada usia >40 thun dilakukan histerektomi dan bilateral salpingo ooforektomi.
4. Keadaan khusus
Pada wandering myom selalu dilakukan tindakan operatif. Mioma dengan infertilitas
penanganannya tergantung pada hasil evaluasi faktor-faktor penyebab infertilitas yang lain.
Mioma dengan kehamilan penanganannya tergantung hasil observasi setelah persalinan.
VIII. KOMPLIKASI / PENYULIT
1. Perdarahan sampai dengan anemia
2. Infeksi
3. Torsi pada yang bertangkai
4. Infertilitas
5. Degenerasi merah
6. Degenerasi ganas
IX. PROGNOSIS
62
NEOPLASMA OVARIUM JINAK
I. NAMA PENYAKIT : Neoplasma ovarium jinak
II. KUMPULAN GEJALA : Tidak menunjukkan gejala
III. BATASAN
Neoplasma ovarium jinak adalah tumor dari ovarium yang bersifat neoplastik dan
dalam bersifat jinak (tidak mengadakan metastase baik lokal ataupun jauh).
IV. ETIOLOGI
Sulit ditentukan oleh karena asal dapat berbeda-beda walaupun secara morfologi
sama …..?
V. PATOFISIOLOGI
VI. GAMBARAN KLINIK
VII. BENTUK KLINIS
1. Kistik
a. Kistoma ovarii simplek
b. Kisadenoma ovarii serosa
c. Kisadenoma ovarii musinosum
d. Kista endometroid
e. Kista dermoid
2. Solid
a. Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, angioma, limfangioma
b. Tumor Brener
c. Tumor sisa adrenal (maskulinovo-blastoma)
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. timbul benjolan diperut dalam waktu yang relatif lama
b. kadang-kadang disertai gangguan b.a.k / b.a.b
c. nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir atau pecah
2. Pemeriksaan fisik
a. ditemukan tumor dirongga perut bagian bawah dengan ukuran > 5 cm
b. pada periksa dalam letak tumor di parametrium kiri / kanan atau mengisi kavum
dauglasi
c. konsistensi kistik, mobil, permukaan tumor umumnya rata
3. Laparoskopi
Untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk
menentukan sifat tumor.
4. Ultrasonografi
a. Dapat ditentukan letak dan batas tumor
b. Apakah tumor berasal dari uterus, kantong kencing, atau ovarium.
c. Apakah tumor kistik atau solid
5. Foto Roentgen
6. Parasintesis
IX. PENATALAKSANAAN
Pembedahan
1. Kistektomi bila masih ada jaringan ovarium yang sehat
2. Ooforektomi atau salpingoooforektomi unilateral
3. Salpingoooforektomi bilateral bila ditemukan tumor pada kedua ovarium, pada
usia muda uterus dapat ditinggalkan dengan rencana substitusi hormonal
63
X. KOMPLIKASI
1. akibat penyakitnya sendiri : pecah, terpuntir, terinfeksi
2. akibat tindakan selama / setelah pembedahan dapat berupa perdarahan,
perlengketan dan hormonal.
XI. TINDAK LANJUT
Perlu diperhatikan pada pasien yang dilakukan pembedahan yaitu masalah fertilitas dan
hormonal.
XII. PROGNOSIS : Baik
64
KANKER OVARIUM
II. KUMPULAN GEJALA :
Pada tingkat awal hampir tidak didapatkan gejala.
Pada tingkat lanjut dapat dijumpai berupa:
1. Penurunan berat badan
2. Perut terasa tak enak-nyeri
3. Gangguan pencernaan , mual, muntah
4. Sesak dan nyeri dada
5. Perdarahan pervaginam
III. BATASAN
Merupakan kumpulan neoplasma ganas dari ovarium dengan histogenesis yang beraneka ragam.
IV. ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui dengan pasti. Diketahui beberapa fakktor resiko :
1. Usia, diketahui lebih dari 50% ditemukan pada usia diatas 50 tahun
2. Faktor genetik
3. Paritas, kehamilan mempunyai efek proteksi untuk terjadinya kanker ovarium
4. Bahan kimia eksogen
5. Faktor ovulasi
V. PATOFISIOLOGI
Banyak terjadi didaerah industri, diduga bahan partikel talk dan asbes masuk melalui vagina –
uterus – masuk rongga peritoneum merupakan bahan perangsang terhadap ovarium untuk
terjadinya neoplasma.
Kehamilan mempunyai efek proteksi untuk terjadinya keganasan ovarium, ovulasi yang terjadi
menyebabkan trauma kecil pada permukaan ovarium yang merangsang timbulnya kanker
ovarium.
VI. BENTUK KLINIS
Tingkat klinis kanker ovarium ( FIGO 1985)
Stadium Batasan
Stadium I : Tumor terbatas pada ovarium
Ia : Tumor terbatas pada satu ovarium, tak ada tumor dipermukaan luar, kapsul utuh
Ib : Tumor terdapat pada kedua ovarium, dipermukaan luar licin, kapsul utuh
Ic : Tumor pada satu atau dua ovarium dengan tumor dipermukaan satu atau dua
ovarium; atau kapsul ruptur; atau didapatkan sel ganas dalam asites; atau sitologi
bilasan peritoneum positif.
Stadium II : Tumor tumbuh pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke organ pelvis lain.
IIa : Penyebaran / metastasis ke tuba / uterus
IIb : Penyebaran / metastasis ke jaringan pelvis lain, termasuk ke peritoneum
IIc : Sesuai dengan IIa/b, dengan asites atau sitologi peritoneum positif.
Stadium III : Tumor pada satu/dua ovarium dengan implantasi anak sebar diluar pelvis dan /
KGB retroperitoneal atau inguinal positif. Adanya metastasis hati superfisial dinilai
sebagai stadium III.
Stadium IIIa : Tumor terbatas pada pelvis minor, KGB negatif tetapi dengan penyebaran mikroskopik
pada permukaan dari peritoneal abdomen
IIIb : Tumor pada satu/dua ovarium dengan penyebaran pada permukaan peritoneal abdomen
dengan diameter tidak lebih dari 2 cm; KGB negatif.
IIIc : Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter > 2 cm dan / KGB retroperitoneal
atau inguinal positif.
Stadium IV : Pertumbuhan meliputi satu / dua ovarium dengan matastasis jauh, bila ada pleural effusion,
sitologi harus positif, metastasis pada parenkim hepar.
65
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu yang relatif cepat
b. gangguan haid
c. nyeri perut
d. gangguan b.a.k. / b.a.b.
2. Pemeriksaan fisik
a. ditemukan tumor dirongga pelvis dan dapat meluas hingga seluruh rongga perut,
mengisi parametrium kiri dan kanan, di kavum dauglasi dan permukaan tidak rata.
b. konsistensi padat, kistik dan bervariasi
c. mobilitas terbatas karena terdapat perlekatan
d. sering disertai asites
3. Gambaran laboratorium
a. darah rutin
b. urin rutin
c. kimia darah
d. sitologi dari cairan peritoneum/bilasan di daerah subdiafragma, para kolika,
pelvis/kavim dauglasi untuk mengetahui penyebaran penyakit lebih tepat.
e. pemeriksaan patologi anatomi seluruh jaringan hasil pembedahan
4. Gambaran radiologi
a. Ultrasonografi
b. Barium enema (bila dari anamnesis dan pemeriksaan sitologi terdapat kecurigaan
metastasis ke rektum/sigmoid)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan laparotomi
a. Aspirasi cairan rongga peritoneum untuk pemeriksaan sitologi, bila tidak ada cairan
peritoneum dilakukan bilasan peritoneal.
b. Biopsi pada:
1) daerah dibawah diafragma
2) lateral dari kolon asenden dan kolon desenden (paracolic gutters)
3) kavum Dauglasi
4) peritoneum kandung kemih
c. Eksplorasi daerah organ seperti hati, ginjal, mesenterium, usus halus, dan usus besar.
d. Hanya ooforektomi unilateral saja atau histerektomi totalis dengan salfingoooforektomi
bilateralis.
e. Omentektomi; omentektomi parsial bila secara makroskopis tidak ditemukan lesi
metastasis.
f. Biopsi pada setiap perlekatan.
g. Limfadenektomi / biopsi kelenjar getah bening daerah pelvik dan daerah para aorta.
2. Kemoterapi
a. Setelah terapi pembedahan.
b. Untuk kanker ovarium jenis epitel sebaiknya kombinasi : CAP (cyclophosphamide,
adriamycin, cisplatin), atau AP (adriamycin, cisplatin), atau (epirubicin, cisplatin).
c. Untuk jenis sel germinal : VAC (vincristin, adriamycin, cyclophasphamide) atau PVB
(cisplatin, vinblastin, bleomycin)
d. Untuk jenis stroma gonad : VAC (vincristin, adriamycin, cyclophosphamide) atau PVB
(cisplatin, vinblastin, bleomycin)
3. Radiasi
Pada stadium I atau II atau dengan tumor terangkat seluruhnya atau bila dengan residu
tumor minimal (<1,5 cm).
IX. KOMPLIKASI
1. Penyulit sebelum operasi : hipoalbumin, efusi pleura
2. Penyulit selama operasi : perdarahan, cidera usus, vesika urinaria, ureter.
3. Penyulit kemoterapi
66
X. TINDAK LANJUT
Dilakukan pangamatan klinis berkala untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kekambuhan
tumor atau penyulit lain.
XI. PROGNOSIS : Dubia
LESI PRAKANKER SERVIKS
I. NAMA PENYAKIT : Lesi pra kanker serviks
II. KUMPULAN GEJALA :
III. BATASAN
Yang termasuk adalah, Neoplasia Intra epitel Serviks ( NIS ) I, II, III dan Adenokarsinoma insitu.
NIS adalah gangguan diferensiasi sel pada lapisan epitel skuamosa serviks, dan mempunyai
potensi menjadi karsinoma invasif.
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari kanker serviks tidak diketahui secara pasti.
Diduga sebagai penyebabnya adalah :
1. Sperma yang mengandung komplemen histone; komplemen ini dapat bereaksi
dengan DNA sehingga terjadi kanker;
2. Semen (air mani) yang bersifat alkalis sehingga dapat menimbulkan hiperplasia dan neoplasia
3. Mikoplasma
4. Klamidia
5. Virus herpes simpleks tipe 2
6. Virus papiloma
V. PATOFISIOLOGI
Serviks yang normal secara alamiah mengalami proses metaplasia. Dengan masuknya mutagen,
proses tersebut dapat berkembang kearah displasia (displasia ringan, sedang dan berat).
Tergantung dari daya tahan tubuh (jika keadaannya cocok), kelainan ini dapat berkembang
menjadi karsinoma pra invasif, mikroinvasif, dan invasif. Dalam perkembangan selanjutnya
karsinoma ini tumbuh endofitik atau eksofitik.
VI. BENTUK KLINIS
1. NIS I untuk displasi ringan
2. NIS II untuk displasi sedang
3. NIS III untuk displasi berat dan karsinoma insitu (KIS)
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. fluor albus
b. perdarahan pasca koitus
c. tanpa disertai gejala
2. Pemeriksaan fisik:
a. porsio dengan eritroplakia
b. porsio dengan leukoplakia
c. porsio normal
3. Pemeriksaan penunjang
a. Sitologi (tes Pap)
1) ektoserviks
2) endoserviks
b. Kolposkopi – biopsi terarah
67
c. Konisasi
sebagai tindakan diagnosis bila:
1) proses dicurigai ada di endoserviks
2) lesi tidak tampak seluruhnya dengan kolposkopi
3) untuk diagnosis pasti mikro invasif (diagnosis mikroinvasif ditegakkan dengan hanya
dari biopsi)
4) adanya kesenjangan antara hasil sitologi dan histologi
5) adenokarsinoma insitu
6) penderita sukar di follow up secara terus menerus
4. Laboratorium
Darah rutin, Urin rutin, Kimia darah
5. Patologi anatomi
a. diagnosis
b. PA pembedahan
6. Gambaran radiologi
Tidak spesifik; sesuai kebutuhan
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Destruksi lokal
a. lokalisasi lesi tampak / jelas
b. batas lesi tampak jelas
c. lesi tercapai oleh alat
1) Krioterapi
a) lesi NIS I, II
2) Kauterisasi
a) lesi NIS I, II
3) Diatermi elektro koagulasi
a) lesi NIS I, II
b) Lesi NIS III (ingin anak)
2. Pembedahan
a. Konisasi
1) lesi NIS III ingin anak
2) seluruh lesi dapat diangkat dengan konisasi / tepi sayatan bebas proses abnormal
3) adenokarsinoma insitu
b. Histerektomi total
1) lesi NIS III, anak sudah 2, umur > 35 tahun
2) lesi NIS III dengan patologi lain pada uterus
3) lesi tidak terangkat seluruhnya atau batas sayatan tidak bebas proses abnormal
pada konisasi terapeutik
4) lesi mikroinvasi dengan hasil invasi kurang dari 3 mm tanpa adanya keterlibatan
pembuluh darah atau limfe
5) adenokarsinoma insitu
IX. KOMPLIKASI
1. Karena penyakit
Usia lanjut (prosedur diagnostik sulit dilakukan)
2. Karena tindakan pengobatan
a. infeksi
b. perdarahan
X. TINDAK LANJUT
1. Pengamatan lanjut harus dilakukan secara teratur dan berkala
2. Penderita harus diperiksa 4 minggu setelah pengobatan untuk menilai
penyembuhannya.
3. Pemeriksaan sitologi dan kolposkopi dilakukan setiap 6 bulan setelah pengobatan lokal
4. Pada NIS III yang dilakukan konisasi atau histerektomi total, pemeriksaan sitologi dan
kolposkopi dilakukan setiap 3 bulan dalam tahun pertama, kemudian seterusnya setiap 6
bulan dilakukan pemeriksaan sitologi.
68
XI. PROGNOSIS : Baik
LESI KANKER SERVIKS INVASIF
I. NAMA PENYAKIT : Lesi kanker serviks invasif
II. KUMPULAN GEJALA
1. Keputihan
2. Perdarahan pervaginam
3. Gejala akibat metastasis
III. BATASAN
Keganasan primer dari serviks uteri. Sel-sel tumor ganas telah mengadakan invasi ke stroma,
menembus membrana basalis atau lebih jauh lagi.
IV. ETIOLOGI
Sesuai dengan lesi prakanker serviks (NIS)
V. PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan lesi prakanker serviks (NIS), hanya saja sel ganas dalam pertumbuhan selanjutnya
dapat keluar dari serviks dan dapat mencapai organ yang jauh (metastase jauh).
VI. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis
1. Gejala
a. fluor albus
b. perdarahan pervaginam spontan atau pasca senggama
c. gejala-gejala metastasis sesuai dengan organ yang terkena metastasis seperti pada paruparu,
vesika urinaria, rektum, tulang, otak dan lain-lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. porsio dengan proses eksofitik, atau ulseratif, atau endofitik yang mudah berdarah
b. pemeriksaan luas penyebaran penyakit
c. pemeriksaan : fisik, paru-paru, abdomen
d. proses eksofitik, ulserasi di vagina
e. proses nodule-nodule di parametrium, sampai atau tidak sampai ke dinding panggul
f. pembesaran kelenjar getah bening femoralis, aksila, supra klavikula
3. Gambaran Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi, KD (fungsi hati dan fungsi ginjal)
b. CEA (menilai respons terhadap pengobatan dan pengamatan lanjut
c. Histopatologi (dari kolposkopi, konisasi, biopsi, D&K)
d. Pemeriksaan rektoskopi, sistoskopi
4. Gambaran Radiologi
a. foto thorax
b. BNO – IVP
5. Diagnosis diferensial
a. kondiloma akuminata
b. servisitis
c. ektopi
d. polip serviks
69
VII. BENTUK KLINIK
Stadium klinik kanker serviks dan defenisinya (FIGO 1976)
Karsinoma pra invasif
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra epitelial
Karsinoma invasif
Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri diabaikan)
a Karsinoma mikro invasif (early stromal invasion)
b Stadium I lainnya. Kanker yang tersembunyi diberi tanda OCC
Stadium II Karsinoma meluas keluar serviks, tetapi belum mencapai dinding panggul
Karsinoma sudah mengenai dinding vagina tetapi sepertiga distal masih bebas
a Parametrium masih bebas
b Parametrium sudah kena
Stadium III Karsinoma sudah mencapai dinding panggul, pada pemeriksaan rektal tidak ada celah
antaratumor dan dinding panggul.
Tumor mencapai sepertiga distal vagina, semua kasus dengan
hidronefrosis dan afungsi ginjal kecuali penyebabnya diketahui oleh hal lain
a Belum mencapai dinding panggul
b Sudah mencapai dinding panggul dan atau ada hidronefrosis atau
afungsi ginjal
StadiumIV Karsinoma sudah meluas keluar pelvis kecil (true pelvis) atau secara klinik suda
mengenaimukosa vesika urinaria dan rektum
a Menyebar ke organ sekitarnya
b Menyebar ke organ yang jauh
VIII. PENATALAKSANAAN
Stadium Ia
- histerektomi total yang diperluas (extended hysterectomy) atau aplikasi radium saja
Stadium Ib, IIa dan Iib awal
- histerektomi radikal atau radiasi
Stadium Iib, III dan IV
- radiasi
IX. KOMPLIKASI
1. Karena penyakit
a. gagal ginjal karena obstruksi
b. perdarahan
c. fistulasi
d. penyulit akibat proses metastasis jauh
2. Karena tindakan / terapi / pembedahan
a. atonia kandung kencing
b. fistulasi
c. infeksi
d. perdarahan
X. TINDAK LANJUT
1. Pemeriksaan berkala sesudah pengobatan pada kanker serviks setiap 2 bulan selama 2 tahun,
setiap 4 bulan pada tahun ketiga dan 6 bulan sekali sesudahnya.
2. Rehabilitasi pada penderita dalam membantu memulihkan sedapat mungkin kepada fungsi
yang normal.
70
TROPOBLAS GANAS
I. NAMA PENYAKIT : Tropoblas ganas
II. KUMPULAN GEJALA :
1. Perdarahan terus-menerus sesudah evakuasi mola/kehamilan sebelum
2. Gejala karena perforasi uterus atau lesi metastase:
a. nyeri perut
b. hemoptoe
c. melena
d. sakit
e. kejang
III. BATASAN
1. Penyakit trofoblas ganas jenis vilosum, adalah penyakit trofoblas dimana secara histopatologis
terlihat vili khorialis menyebuk kedalam miometrium (invasi terbatas pada miometrium), akan
tetapi ada kemungkinan anak sebar yang mengandung vilus pada pelvis, vagina atau paruparu.
Sifat vili yang menyebuk tadi dapat mengkibatkan perforasi uterus. Nama lain ialah
mola destruens.
2. Penyakit trofoblas ganas jenis non vilosum, adalah penyakit trofoblas dimana secara
histopatologis tidak didapatkan vili dan sering didapatkan anak sebar. Nama lain khorio
karsinoma.
3. Penyakit trofoblas ganas yang tidak jelas jenisnya, secara klinis ganas (radiologik/laboratorik)
tetapi diagnosis histopatologis tidak dibuat (tidak dilakukan kerokan/operasi).
IV. ETIOLOGI
Pada umumnya penyakit trofoblas ganas didahului oleh mola hidatidosa, dapat pula didahului
oleh abortus dan persalinan.
V. PATOFISIOLOGI
Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang bersifat ganas. Tumor ini
kadang-kadang masih mengandung vilus disamping trofoblas yang berproliferasi, dapat
mengadakan invasi yang umumnya bersifat ocal (mola destruens).
Selain itu terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblas tanpa stroma,
yang pada umumnya tidak saja berinvasi di otot uterus, tetapi menyebar ke organ lain (khorio
karsinoma).
VI. BENTUK KLINIS
1. Penyakit trofoblas ganas non metastasis (PTGNM)
2. Penyakit trofoblas ganas metastasis (PTGM)
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis
1. Didapatkan dari hasil pemeriksaan histopatologik pada bahan hasil kerokan suatu
koriokarsinoma.
2. Didapatkan adanya tanda-tanda metastase, baik klinis, radiologik ataupun ultrasonografik.
3. Didapatkan pada pemeriksaan hCG urin hasil yang tetap positif pada saat 5 minggu setelah
kuret ke-2.
4. Didapatkan hasil pemeriksaan titrasi kadar hCG yang terus meningkat pada pengawasan 5
minggu pertama setelah evakuasi.
Diagnosis diferensial
a. sisa plasenta / konsepsi, subinvolusi
b. tumor primer / metastasis dari organ lain
c. kehamilan yang terjadi segera setelah kehamilan sebelumnya
Klasifikasi menurut prognosis
1. Resiko rendah
71
a. kadar hCG urin < 100.000 IU/24 jam urin atau < 40.000 mIU/ml serum
b. gejala timbul < dari 4 bulan
c. tidak ada metastase diotak/hepar
d. belum mendapat kemoterapi sebelumnya
e. bukan dari kehamilan uterus (mola, KE, abortus spontan)
2. Resiko tinggi
a. kadar hCG urin > 100.000 IU/24jam urin atau > 40.000 mIU/ml serum darah
b. gejala timbul > dari 4 bulan
c. bermetastasis ke otak/hepar
d. kemoterapi sebelumnya gagal
e. kehamilan uterus sebelumnya
VIII. PENATALAKSANAAN
1. PTGNM : kemoterapi tunggal (MTX/DMP/VP16) bila fungsi reproduksi
masih diperlukan atau histerektomi totalis bila sudah cukup
anak.
2. PTGM-RR : kemoterapi kombinasi 2 obat (MTX + DMC), MTX + VP-16
3. PTGM-RT : - kemoterapi kombinasi 3 obat (MTX, DMC, Chlorambucil) MAC atau MECA
- radiasi/resekasi bila resisten atau metastasis ke otak / hepar
Bila terjadi perdarahan lesi yang tidak dapat dikendalikan
maka dapat dilakukan pembedahan hemostasis.
IX. KOMPLIKASI
Karena penyakit :
1. Perdarahan uterus
2. Lesi abdomen akut
3. Perdarahan otak, paru, hepar dan usus
4. Sepsis
Karena pengobatan (kemoterapi / pembedahan)
1. Supresi sumsum tulang / komplikasi kemoterapi lainnya
2. Perdarahan, emboli, sepsis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar